Said Didu: 5 Klaster Dugaan Korupsi Jokowi, Apa itu?

author Pahlevi

- Pewarta

Senin, 06 Jan 2025 15:06 WIB

Said Didu: 5 Klaster Dugaan Korupsi Jokowi, Apa itu?

Optika.id - Mantan Sekretaris BUMN (Badan Usaha Milik Negara) Muhammad Said Didu menjawab tantangan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, dan membeberkan 5 klaster dugaan korupsi yang dilakukan orang tua dari Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka itu.

Menurut Said Didu, bangsa Indonesia bagaikan kena petir di siang bolong ketika Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) mengumumkan bahwa Jokowi menjadi salah satu tokoh terkorup dunia 2024.

Baca Juga: Prabowo Disarankan Putuskan Hubungannya dengan Jokowi!

"Banyak yang kaget, tapi saya salah seorang yang tidak kaget, karena saya memang menduga bahwa korupsi Indonesia selama pemerintahan Presiden Jokowi memang sangat-sangat marak," kata Said Didu di akun X nya seperti dikutip Optika.id, Senin (6/1/2025).

Said Didu pun merespons beberapa pertanyaan yang dilontarkan Jokowi ketika memberikan klarifikasi atas apa yang dirilis OCCRP.

"Dan saya akan menantang, tantangannya ada empat. Satu, silahkan buktikan. Dua, apa yang saya korupsi. Tiga, ini framing jahat. Yang keempat, agar ini diproses hukum saja. Nah, itu kita sekarang mau bantu rakyat untuk mengetahui apakah betul Presiden Jokowi melakukan korupsi seperti yang dituduhkan tersebut," terang Said Didu.

Said Didu lantas menyebut bahwa dirinya sudah merangkum 5 klaster korupsi yang dilakukan Jokowi.

Klaster pertama, kata Said Didu, adalah korupsi yang ditujukan untuk mendapatkan kekuasaan dan melanggengkan dinasti.

"Ini banyak contoh yang terjadi tentang hal ini. Masih ingat dulu kasus tentang ditutupnya kasus pelanggaran hutan, kemudian 3,3 juta hektare sawit, itu hilang begitu saja. Nah, itu saya punya keyakinan bahwa ini ada kaitan dengan untuk melanggengkan kekuasaan sehingga perlu untuk meredam kasus-kasus besar dan bisa terjadi negosiasi di balik pintu," tutur Said Didu.

Klaster kedua adalah dengan memenjarakan lawan politik, namun melindungi kawan politik. Seperti kasus impor garam, minyak goreng, BTS, yang menguap begitu saja.

Klaster ketiga adalah terkait ambisi pribadi Jokowi. Said Didu menyebut ada subklaster terkait hal tersebut, yakni terkait legasi seakan-akan Jokowi berhasil, tetapi malah merugikan rakyat. Seperti membangun kereta api cepat, membangun infrastruktur yang sangat mahal yang menyebabkan BUMN dan rakyat rugi.

"Membangun IKN dan membangun bandara-bandara yang tidak sama sekali dibutuhkan demi ambisi pribadi Jokowi. Ambisi pribadi kedua adalah terkait dengan keluarga, masih ingat kita terkait dengan kasus penyelundupan nikel yang disebutkan oleh almarhum Faisal Basri yang melibatkan Airlangga Hartarto dan Bobby Nasution, kemudian kasus blok Medan," jelas Said Didu.

Klaster keempat adalah penggunaan uang negara untuk menyogok rakyat. Said Didu menyebut, utang negara digunakan untuk bansos pencitraan dalam rangka menyogok rakyat.

Klaster kelima atau yang terakhir adalah korupsi dengan menyogok oligarki yang menjadi penyokong utama kekuasaan Jokowi dan dinastinya.

"Merekalah yang mendapatkan fasilitas di berbagai tempat, di pertambangan, di perkebunan, di macam-macam untuk melanggengkan kekuasaan Presiden Jokowi. Nah ini puncaknya adalah pemberian PSN (kepada oligarki) di berbagai tempat dan fasilitas-fasilitas lain, sangat jelas bahwa itu merugikan negara, merugikan rakyat. Anda bayangkan contoh kasus PIK 2 rakyat dipaksa dengan status PSN, dan Rempang juga demikian," bebernya.

Said Didu pun curiga jika OCCRP memiliki data lengkap tentang korupsi yang dilakukan Jokowi dan disembunyikan di luar negeri.

"Ini yang paling waswas. Kalau itu terjadi, maka memang kita anggap bahwa siapa tahu OCCRP menyelamatkan negeri ini dengan membuka selebar-lebarnya korupsi yang sudah terjadi selama pemerintahan Jokowi, tunggu edisi berikutnya," tukasnya.

Pendapat Said Didu tersebut viral di X usai mendapat 1.200 retweet dan ribuan tanda suka dari netizen.

Nama Gibran Masuk Radar OCCRP

Diketahui, Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) mengungkap deretan nama yang masuk dalam nominasi tokoh terkorup 2024. Dari daftar ini, publik ramai menyoroti nama mantan Presiden Indonesia, Jokowi yang berada di urutan kedua.

Dalam lembar penjelasannya, OCCRP mengungkap sejumlah alasan Jokowi masuk dalam nominasi tersebut. Hal ini karena pemerintahan Jokowi dianggap melemahkan komisi antikorupsi di Tanah Air.

Tidak hanya itu, semasa jabatannya, Jokowi menerima kritik pedas karena dirasa merusak putusan lembaga pemilihan umum. Laman tersebut bahkan menyebut nama putra Jokowi, Gibran Rakabuming yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia.

Perbincangan mengenai nama GibranRakabuming yang ikut disebut oleh OCCRP ini lalu menuai berbagai komentar. Akun @AirinDatangLagi bahkan mengunggah cuitan dan video yang kemudian mendapat berbagai reaksi netizen.

"Inilah yang dinamakan buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Setelah bapaknya, kini anaknya. Doa kalian untuk membuat 2 onggok daging ini mendunia akhirnya terwujud" tulis akun tersebut seperti dikutip Optika.id, Senin (6/1/2025).

Cuitan akun @AirinDatangLagi ini lalu mendapat berbagai komentar dari netizen yang ikut menyoroti nama Gibran Rakabuming yang muncul dalam daftar nominasi tokoh terkorup 2024 menurut OCCRP ini.

"Buah jatuh sepohon-pohonnya," balas netizen. "Pantesan Fufufafa tanpa suara, ternyata namanya kesebut juga," komentar akun lainnya. "Fufufafa abis ente sekeluarga," ungkap netizen.

Baca Juga: Jokowi Sudah Layak Disandingkan dengan Pemimpin Korup di Dunia?

"Sewaktu anaknya naik nyawapres, tidak ada lembaga yang bisa menghentikannya. Kebenaran menemukan jalannya sendiri sekarang langsung mendunia bapak dan anak," tulis akun lainnya membalas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Drew Sullivan menyebut jika penilaian ini dari para juri. Sayangnya, dirinya pun mengakui masih belum memiliki banyak bukti untuk membuktikan kasus panas tersebut. Hingga kini penetapan Jokowi sebagai tokoh terkorup 2024 masih menuai berbagai reaksi dan perbincangan hangat masyarakat tanah air.

Dosa-Dosa Jokowi

Sementara itu, terdapat sejumlah "dosa" besar Presiden Joko Widodo yang tidak bisa dimaafkan meskipun telah meminta maaf kepada publik.

Managing Director Political Economy and Policy Studies Anthony Budiawan mengatakan, Jokowi terindikasi menetapkan UU dengan melanggar konstitusi, antara lain UU Ibu Kota Negara (IKN), UU Cipta Kerja, dan Perppu (UU) Covid-19.

Ada dua konsekuensi atas pelanggaran konstitusi tersebut. Pertama, Kalau terbukti melanggar konstitusi, maka pelanggar konstitusi termasuk kategori pengkhianat negara, sesuai definisi di penjelasan Pasal 169 huruf d, UU tentang Pemilu.

Kedua, Kalau pelanggaran konstitusi mengakibatkan kerugian keuangan negara, maka termasuk tindak pidana korupsi dan diancam pidana.

"Oleh karena itu, aparat penegak hukum wajib menindaklanjuti apakah dugaan masyarakat benar, bahwa antara lain UU IKN, UU Cipta Kerja, UU (Perppu) Covid-19 melanggar konstitusi, dan apakah merugikan keuangan negara," kata Anthony dalam akun X nya seperti dikutip Optika.id, Senin (6/1/2025).

Anthony menjelaskan, konsep otorita dalam UU IKN diduga melanggar konstitusi Pasal 18. Karena, menurut pasal 18, bentuk pemerintah daerah adalah provinsi, kabupaten dan atau kota, dengan kepala daerah masing-masing dinamakan gubernur, bupati atau walikota, yang dipilih secara demokratis, dan mempunyai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang juga dipilih secara demokratis.

Maka itu, pemerintah daerah dalam bentuk otorita, dengan kepala daerah dinamakan kepala otorita, yang diangkat oleh presiden, serta tidak mempunyai Dewan (DPRD), secara nyata melanggar konstitusi.

"Sebagai konsekuensi, anggaran negara (APBN) yang dikeluarkan untuk Otorita IKN, kemungkinan besar, merugikan keuangan negara, dan karena itu diancam pidana," kata Anthony.

Kemudian, UU (Perppu) Cipta Kerja terindikasi juga melanggar konstitusi, karena pada akhir tahun 2022 tidak ada kegentingan memaksa yang dapat dijadikan dasar penetapan Perppu Cipta Kerja.

"Dalam hal ini, Jokowi diduga melakukan manipulasi faktor "kegentingan memaksa"," kata Anthony.

Baca Juga: Indikator Jokowi Layak sebagai Nominator Presiden Terkorup Dunia, Apa saja Itu?

Selain itu, penetapan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang menggunakan UU Cipta Kerja sebagai dasar hukum, juga melanggar konstitusi, yaitu melanggar Hak Asasi Manusia, Pasal 28H.

"Khususnya, apabila penetapan PSN digunakan sebagai dasar untuk mengusir masyarakat setempat secara paksa, seperti yang sedang terjadi di PIK 2," sambungnya.

Pasal 28H ayat (1) UUD berbunyi: setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Pasal 28H ayat (4) UUD berbunyi: setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.

Anthony menambahkan, jika dugaan pelanggaran konstitusi seperti dijelaskan terbukti, dan mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara, maka Jokowi dapat dicap sebagai pengkhianat negara, dan dapat diancam pidana.

"Permintaan maaf Jokowi tidak bisa menghapus kesalahan pidana tersebut," tukasnya.

Saran Rocky Gerung

Selain itu, Presiden Prabowo Subianto disarankan untuk tindaklanjuti penobatan Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) sebagai salah satu tokoh terkorup versi OCCRP.

Pengamat politik Rocky Gerung menyampaikan, hal tersebut dinilai penting untuk menjawab tekanan internasional serta membuktikan sanggahan pendukung Jokowi yang menganggap temuan OCCRP sebagai hoaks.

Akibat dari tudingan itu, menurut Rocky, juga bisa berdampak terhadap ketidakstabilan politik dalam negeri.  

"Kita mulai membaca tekanan internasional itu akhirnya harus dijawab oleh presiden Prabowo. Kalau kita dengar bagaimana Channel News Asia itu akhirnya menganggap bahwa ada tuntutan publik supaya Jokowi diadili, poster-poster di Jakarta itu banyak betul sekarang beredar," kata Rocky, dikutip Optika.id dari tayangan video pada kanal YouTube pribadinya, Senin (6/1/2025).

Berbagai media asing, seperti CNN serta Channel News Asia bahkan ada yang turut memberitakan bahwa Kapolri dituntut untuk mulai memproses tuduhan korupsi oleh Jokowi.

Rocky berpandangan, kalau tindakan itu patut dilakukan agar tidak terjadi kabar simpang siur terhadap isu tersebut. Sekaligus upaya klarifikasi atas penobatan itu.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU