Prabowo Desak Vonis Berat untuk Harvey Moeis: 'Rakyat Juga Tahu Ketidakadilannya!'

author Wildan Nanda

- Pewarta

Selasa, 31 Des 2024 10:07 WIB

Prabowo Desak Vonis Berat untuk Harvey Moeis: 'Rakyat Juga Tahu Ketidakadilannya!'

Optika.id - Presiden RI Prabowo Subianto mengkritik hukuman ringan yang dijatuhkan kepada Harvey Moeis terkait kasus korupsi timah yang merugikan negara hingga Rp 300 triliun. Dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) RPJMN 2025-2029 di Bappenas, Jakarta, Senin (30/12/2024), Prabowo mengingatkan para hakim agar tidak memberikan vonis ringan kepada pelaku yang merugikan negara dalam jumlah besar.

"Saya mohon, kalau pelanggarannya sudah jelas dan merugikan negara hingga triliunan rupiah, vonisnya jangan terlalu ringan. Nanti dibilang Prabowo tidak mengerti hukum," ujar Prabowo.

Baca Juga: Beri Presiden Kesempatan Penuh

Ia juga menyoroti vonis terhadap Harvey yang hanya dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara, meskipun terbukti merugikan negara ratusan triliun rupiah. Prabowo menilai masyarakat pun memahami ketidakadilan vonis tersebut. "Rakyat di pinggir jalan saja tahu, rampok ratusan triliun tetapi hukumannya hanya beberapa tahun. Jangan-jangan di penjara nanti malah hidup nyaman dengan AC, kulkas, dan TV. Saya harap Menteri Pemasyarakatan juga memperhatikan hal ini," tegasnya.

Baca Juga: Presiden Prabowo Bersikap Tegas Soal Pelanggaran Aturan Pertanahan dan Hutan

Prabowo kemudian mempertanyakan sikap Jaksa Agung ST Burhanuddin terkait vonis ini. Menjawab pertanyaan tersebut, Jaksa Agung memastikan pihaknya akan mengajukan banding. Prabowo menekankan bahwa vonis yang pantas untuk Harvey adalah 50 tahun penjara. "Jaksa Agung, naik banding, ya. Harus naik banding," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Baca Juga: Prabowo Subianto Fokus Pangkas Anggaran Demi Pendidikan dan Swasembada Pangan

Sebagai informasi, Harvey Moeis baru-baru ini dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, serta diwajibkan membayar uang pengganti Rp 210 miliar. Namun, kasus ini disebut telah menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 300 triliun.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU