Oleh: Ahmad Cholis Hamzah
Optika.id - Adalah pertanyaan atau keinginan tahu yang wajar apabila seseorang itu akan menempuh kuliah ditempat lain yang memiliki latar belakang yang berbeda baik itu agama atau budaya. Misalkan seseorang yang beragama Islam berencana studi di negeri Paman Sam Amerika Serikat maka yang bersangkutan dan juga orang tuanya bertanya-tanya "apakah di Amerika Serikat diperbolehkan memakai jilbab?", "apakah ada Masjid di AS?"; "apakah reaksi warga AS terhadap orang yang beragama Islam?" dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan itu wajar diungkapkan karena ketidak tahuan atau kurang informasi tentang tempat atau negara dimana seseorang itu akan melanjutkan studinya.
Baca Juga: Mengenal Hari Buruh 1 Mei
Biasanya calon mahasiswa dan orangtuanya berusaha mendapatkan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu lewat informasi dari teman, dari informasi pendidikan yang disediakan Kedutaan Besar atau Konsulat, informasi dari sebuah pameran pendidikan, dari website kampus yang akan dituju dan sebagainya; juga bisa lewat browsing di media seperti Google agar mendapatkan informasi yang diperlukan.
Itu yang dilakukan dua wanita yang beragama Katolik yaitu Ana Zenetia Paulo Soares de Rosa gadis asal Timor Leste dan Waryani wanita paruh baya ketika akan melanjutkan studinya di Universitas Nadhlatul Ulama Surabaya dan di wisuda di kampus ini pada tanggal 24 April 2025.
Ana, gadis Katolik kelahiran Dili Ibu Kota Timor Leste pada 22 Agustus 2001 itu memang sukses memperoleh gelas S1 Kebidanan di UNUSA dan sebelumnya berusaha mencari info lewat websitenya UNUSA dan tertarik untuk kuliah Program Lintas Jalur S1 Kebidanan.
Berbekal dari pencarian informasi tentang UNUSA itu, Anna merasa nyaman kuliah di kampus yang memiliki asosiasi dengan organisasi Islam terbesar di Indonesia yaitu Nadhlatul Ulama meski berasal dari latar belakang agama minoritas di kampus UNUSA, Ana menyatakan bahwa kehidupan akademik dan sosialnya selama kuliah berlangsung sangat menyenangkan dan inklusif.
"Saya sangat bersyukur kuliah di UNUSA. Meskipun mayoritas teman-teman muslim dan banyak yang berjilbab, saya tidak pernah merasa dikucilkan."
Ana menuturkan bahwa Unusa memberinya pengalaman belajar yang bukan hanya akademis, tapi juga nilai-nilai kemanusiaan.
Kehidupan kampus di UNUSA memang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam rahmatan lil alamin, yang memberi ruang aman dan nyaman bagi semua mahasiswa, tanpa memandang latar belakang agama, budaya, atau asal negara.
Baca Juga: Singapura Menolak Campur Tangan Asing Dalam Pemilu
"Saya belajar bersama, berdiskusi terbuka, dan saling memahami. Saya justru jadi lebih mengenal nilai-nilai Islam dari teman-teman saya," imbuh gadis yang kesehariannya bekerja di salah satu puskesmas di Surabaya. Adik nya Ana juga sedang kuliah di UNUSA jurusan Keperawatan.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Waryani sebagai warga Kristiani; dia sudah lama mencari tahu tentang NU dan UNUSA. Hasil dari usahanya mencari informasti itu dia mengaku mengaku cukup dekat dengan Nahdlatul Ulama (NU). Kegemarannya membaca jurnal tentang NU menjadikan bidan di salah satu rumah sakit di Surabaya memilih kuliah di UNUSA.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
"Saya sudah tahu tentang NU itu sejak masih usia muda ya. Sering baca jurnal tentang NU, sejarah NU. Jadi saya merasa cukup dekat dengan NU, saya tahu bagaimana budaya NU," terang Waryani.
Bagi Waryani kuliah di kampus yang mayoritas mahasiswanya muslim tak menjadikan Waryani memiliki kendala berarti. Waryani bahkan merasa nyaman dengan perlakuan teman kelas hingga dosennya. Selain tak ada kendala berarti selama kuliah di Unusa karena perbedaan keyakinan, Waryani juga tak merasa risih saat harus berbaur dengan teman-teman kampus yang usianya justru seusia anaknya.
Baca Juga: Indonesia Mendekat Pada China
"Mereka baik, cukup menghormati saya sebagai yang lebih tua. Jadi saya nyaman saja," tukasnya.
UNUSA sebagai Universitas yang cepat perkembangannya memang meng-akomodasi semua calon mahasiswa yang memiliki latar belakang berbeda termasuk berbeda keyakinan agama. UNUSA yang NU itu memang mencanangkan sebagai Universitas yang inklusif dengan menerima mahasiswa dengan latar belakang yang beragam, termasuk kaum minoritas.
Editor : Pahlevi