Optika.id - Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) pada Pilkada di 24 daerah. MK pun meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera menindaklanjuti putusan ini.
Keputusan itu diambil dalam sidang pleno yang diselenggarakan pada Senin (24/02/2025). Dalam sidang, Sembilan Hakim Konstitusi telah rampung membacakan putusan 40 perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) Tahun 2024 yang diperiksa secara lanjut.
Secara keseluruhan dari 40 perkara, MK mengabulkan sebanyak 26 perkara, menolak 9 (sembilan) perkara, dan tidak menerima sebanyak 5 (lima) perkara.
Terhadap semua putusan yang dikabulkan, terdapat 24 perkara yang amar putusannya memerintahkan KPU di daerah masing-masing yang dipersoalkan untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU).
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai putusan ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Pilkada 2024 tak lepas dari berbagai permasalahan yang mencerminkan karut marut sistem demokrasi di Indonesia.
"Problematika Pilkada sama buruknya dengan Pemilu Presiden kemarin. Bentuk dan jenis kecurangannya juga hampir sama," ujar Feri dalam keterangannya, Selasa (25/2/2025).
Menurutnya, banyak perkara yang diperiksa di MK lebih menyoroti aspek administrasi ketimbang membongkar kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Meski demikian, ia mengakui bahwa beberapa putusan MK cukup memberikan koreksi terhadap jalannya Pilkada 2024. Hanya saja, waktu yang tersedia terlalu sempit untuk mendalami berbagai masalah yang muncul.
"Sayangnya, sanksi atas kelalaian penyelenggara Pilkada tidak diberikan, padahal itu problem serius. Walaupun ini bukan kewenangan MK, seharusnya ada tekanan agar penyelenggara lebih bertanggung jawab," ungkapnya.
Feri berharap MK dapat memberikan efek jera bagi penyelenggara pemilu yang lalai dengan menyatakan secara eksplisit dalam putusannya bahwa mereka telah gagal menjalankan tugas secara profesional.
Jika pelanggaran terus berulang, menurutnya, MK harus membuka ruang agar penyelenggara pemilu yang bermasalah dapat diberikan sanksi etik oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Lebih lanjut, Feri juga menyoroti adanya dugaan keterlibatan pejabat negara dalam kontestasi Pilkada, seperti yang terjadi di Pilkada Serang.
Ia menyoroti Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT), Yandri Susanto, yang diduga cawe-cawe dalam Pilkada demi memenangkan istrinya.
"Seharusnya ada sanksi etik bagi pejabat yang terlibat dalam politik praktis. UU Pemilu dan UU Pilkada sudah jelas mengatur soal ini. Jika terbukti, harus ada sanksi administrasi berupa pemecatan atau bahkan pidana Pilkada," tegasnya.
Putusan MK ini seharusnya menjadi peringatan keras bagi penyelenggara Pilkada ke depan agar lebih transparan dan profesional dalam menjalankan tugasnya. Jika tidak, kecurangan akan terus berulang dan mencederai demokrasi.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menyebut, penyelenggaran PSU tersebut akan dibebankan ke APBD masing-masing, sebab APBN tengah melakukan efisiensi.
"Terkait efisiensi anggaran, saya kira bagaimana pun 24 putusan MK ini akan menjadi kewajiban bagi APBD masing-masing, kami tentu akan melakukan exercisement dengan kementerian terkait, kementerian dalam negeri terutama," kata Rifqi kepada wartawan, Selasa (25/02/2025).
Meski demikian, Rifqi menyebut APBN bisa membantu daerah untuk pelaksaan PSU. "Jika Memang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan UU 10 Tahun 2016, APBN bisa melakukan perbantuan. Dan karena itu pemerintah, melalui Menkeu saya kira juga akan segera kita segera koordinasikan," kata Rifqi.
Rifqi menilai keputusan MK menunjukkan ada kesalahan pada kinerja KPU.
"Putusan MK terkait dengan perselisihan hasil pilkada hari ini, memang mengindikasikan beberapa KPU di tingkatkan kabupaten kota itu bekerja dengan kurang profesional bahkan lalai baik secara administrasi maupun secara hukum," kata Rifqi.
Dia menegaskan pihaknya akan melakukan evaluasi dan memanggil penyelenggara Pemilu terkait putusan tersebut.
"Akan menjadi bagian penting evaluasi Komisi II DPR RI, terhadap penyelenggaraan pilkada 2024," ungkapnya.
Politikus NasDem itu menyebut akan memastikan bahwa Pemilu ke depan harus ada fokus dan evaluasi rekrutmen penyelenggara Pemilu.
Baca juga: Skandal Manipulasi Suara, KPU Jember Laporkan Dua TPS ke Bawaslu!
"Termasuk kualitas penyelenggara pemilu termasuk ke depan bagaimana mekanisme rekrutmen penyelenggara pemilu baik KPU dan Bawaslu di seluruh Indonesia," pungkas Rifqi.
24 Daerah yang Harus Melakukan PSU:
Baca juga: Sebanyak 1.105 TPS di 38 Provinsi Lakukan Pemungutan Suara Ulang Pemilu 2024
Berikut 24 daerah yang harus melakukan PSU:
Baca juga: Ratusan Warga Malang Lakukan PSU Akhir Pekan ini, Kenapa?
1. Kabupaten Pasaman
2. Kabupaten Mahakam Ulu
3. Kabupaten Boven Digoel
4. Kabupaten Barito Utara
5. Kabupaten Tasikmalaya
6. Kabupaten Magetan
7. Kabupaten Buru
8. Provinsi Papua
9. Kota Banjarbaru
10. Kabupaten Empat Lawang
11. Kabupaten Bangka Barat
12. Kabupaten Serang
13. Kabupaten Pesawaran
14. Kabupaten Kutai Kartanegara
15. Kota Sabang
16. Kabupaten Kepulauan Talau
17. Kabupaten Banggai
18. Kabupaten Gorontalo Utara
19. Kabupaten Bungo
20. Kabupaten Bengkulu Selatan
21. Kota Palopo
22. Kabupaten Parigi Moutong
23. Kabupaten Siak
24. Kabupaten Pulau Taliabu
Tulisan: Aribowo
Editor : Pahlevi