Oleh: Ahmad Cholis Hamzah
Optika.id - Sejak lama Amerika Serikat dan sekutunya negara-negara Eropa dengan aliansi pertahanannya NATO melakukan strategi membombardir media diseluruh dunia bahwa Rusia itu adalah ancaman bagi keamanan barat dan dunia.
Baca Juga: Itu Tidak Sesuai Fatsoen Politik
Ketika melakukan operasi militer terbatas ke wilayah Ukraina karena para pemimpina Amerika Serikat dan negara-negara Eropa seperti Inggris, Perancis dan Jerman memberikan janji kepada Ukraina untuk bergabung ke NATO dan janji itu oleh Rusia dianggap sebagai ancaman kedaulatan Rusia mengingat AS dan sekutunya bisa-bisa menempatkan senjata-senjata nuklir di Ukraina yang berbatasan langsung dengan Rusia.
Amerika Serikat dan sekutunya yang disebut sebagai the collective west menuduh Rusia melakukan invasi kenegara lain dan menggambarkan presiden Rusia Vladimir Putin seperti Hitler jaman perang dunia II dulu, dan meyakinkan rakyat negara-negara barat bahwa Putin ingin menyebarkan lagi pengaruhnya didunia seperti jaman Uni Sovyet dulu dan kalau tindakan Putin itu dibiarkan maka Rusia selanjutnya akan mencaplok negara-negara Eropa lainnya. Jadi Putin itu tidak hanya berbahaya bagi Ukraina saja tapi bagi kehidupan bangsa-bangsa barat.
Untuk meyakinkan rakyatnya bahwa Putin itu orang jahat, diktator dan sebagainya, maka pemerintahan Amerika Serikat dan sekutunya negara-negara barat di Eropa (juga Australia, Kanada, Selandia Baru, Jepang, Korea Selatan) melarang semua media cetak, media online dan televisi Rusia tayang di wilayah negara-negara mereka.
Baca Juga: Sampai Kapan US$ Menguat Terhadap Rupiah?
Segala yang berbau Rusia harus di hapus dan dilarang, misalkan bahasa Rusia, produk sastra Rusia, produk seni budaya Rusia, buku-buku dsb. Karena itu rakyat negara-negara yang mayoritasnya bangsa berkulit putih itu tidak tahu fakta sebenarnya karena semua narasi tentang kejelekan Rusia itu dikontrol oleh pemerintahnya masing-masing.
Untuk membantu Ukraina melawan kejahatan perang Rusia, maka Amerika Serikat dan para sekutunya itu sepakat membantu mati-matian Ukraina dengan memberikan senjata-senjata canggih yang nilainya milyaran dolar AS. Kesepakatan membantu Ukraina itu tidak ada batas waktunya, sampai kapanpun Ukraina harus dibantu sampai bisa menang melawan Rusia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Baca Juga: Lho Gak Bahaya Ta?
Menteri Pertahanan AS Jenderal Austin berbicara di publik bahwa tujuan Amerika Serikat membantu Ukraina melawan Rusia adalah to weaken Russia yaitu melemahkan Rusia. Cara melemahkan Rusia juga dengan cara memberi sanksi kepada Rusia tidak tanggung-tanggung jumlah sanksi dari AS saja ke Rusia itu lebih dari 21.000 jenis sanksi. Negara-negara Eropa juga melakukan hal yang sama dan memprovokasi negara-negara lain seperti India, negara-negara Afrika dll agar tidak berdagang dengan Rusia. Tujuannya adalah Rusia hancur titik.
Narasi yang dibangun Amerika Serikat dan barat adalah soal mereka melawan negara jahat yaitu Rusia yang dianggap selalu melanggar HAM, menyingkirkan kaum minoritas sepert LGBT, membunuh lawan-lawan politiknya, menindas rakyatnya sendiri, dsb.
Namun Rusia memahami sejak lama bahwa bantuan AS dan sekutunya kepada Ukraina sejatinya adalah perang proxy, menggunakan negara Ukraina sebagai proxy melawan Rusia. Rusia tahu bahwa kebijakan perang proxy itu adalah upaya melemahkan Rusia agar tidak menjadi negara yang mendominasi pengaruhnya di dunia; agar tidak mengecilkan hegomoni barat di dunia. Jadi bagi Rusia, perang di Ukraina itu adalah perang AS dan sekutunya barat melawan Rusia.
Lalu tiba-tiba dunia barat sebagai sekutu Amerika Serikat yang sangat setia dan selalu patuh dan tunduk selama puluhan tahun dan sama-sama seperti kelompok paduan suara menyuarakan bahwa Rusia itu jahat dan karena itu Ukraina harus berperang sampai titik darah penghabisan (AS dan Eropa tidak ikut berperang, hanya memprovokasi dari belakang) dimana Ukraina generasi mudanya sudah habis, karena mati bersama lebih dari 600.000 orang (ada yang mengatakan hampir satu juta orang) menjadi terkejut setengah mati karena pemerintahan Amerika Serikat sebagai panutannya mengakui bahwa perang di Ukraina itu sebenarnya adalah perang proxy AS melawan Rusia. Tidak tanggung-tanggung yang bicara secara terus terang soal perang proxy ini adalah Menlu AS sendiri.
Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengatakan pada hari Rabu tanggal 5 Maret 2025 bahwa Amerika Serikat terlibat dalam perang "proksi" dengan Rusia di Ukraina, menandai pengakuan publik yang langka oleh seorang pejabat Barat menyusul perubahan besar dalam kebijakan AS terhadap Ukraina. Persisnya Menlu Rubio mengatakan: President [Donald] Trump views this as a protracted, stalemated conflict, and frankly, its a proxy war between nuclear powers: the United States, helping Ukraine, and Russia, Rubio told Fox News. (Presiden [Donald] Trump memandang ini sebagai konflik yang berlarut-larut dan menemui jalan buntu, dan sejujurnya, ini adalah perang proksi antara kekuatan nuklir: Amerika Serikat, membantu Ukraina, dan Rusia," kata Rubio kepada Fox News.). Sebelum menjabat Menlu, Marco Rubio pernah menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai "preman dan "gangster."
Langsung saja besoknya pada hari Kamis, Kremlin mengatakan pihaknya setuju dengan karakterisasi Rubio tentang perang di Ukraina sebagai konflik "proksi" antara Amerika Serikat dan Rusia. "Kami telah mengatakan ini berkali-kali sebelumnya, bahwa ini adalah konflik antara Rusia dan Barat kolektif," kata juru bicara Dmitry Peskov kepada wartawan. "Oleh karena itu, ini benar-benar menggemakan posisi yang telah berulang kali disuarakan oleh presiden dan menteri luar negeri kami."
Kremlin mengatakan pada hari Kamis bahwa pandangan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio bahwa konflik Ukraina adalah perang proksi antara Amerika Serikat dan Rusia sejalan dengan penilaian Presiden Rusia Vladimir Putin sendiri. "Sudah sangat jelas sejak awal bahwa (Presiden AS Donald Trump) memandang ini sebagai konflik yang berlarut-larut dan menemui jalan buntu," kata Rubio kepada Fox News dalam sebuah wawancara pada hari Rabu. Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan Moskow setuju dengan penilaian Rubio dan mencatat bahwa Rusia telah mengatakan berkali-kali bahwa perang itu adalah konflik antara Rusia dan kolektif Barat yang dipimpin AS.
Memang dalam dunia politik baik dalam negeri maupun luar negeri pepatah Jawa Esok Dhele, Sore Tempe yang artinya dalam bahasa Jawa jawaban wong kang ora tetep atine (mencla-mencle). Atau arti bahasa Indonesianya, yaitu "Orang yang omongannya plin-plan".
Editor : Pahlevi