Optika.id - Kebijakan Proyek Strategis Nasional (PSN), yang diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 dan berbagai peraturan turunannya, terus menuai kritik tajam. Salah satu proyek paling kontroversial adalah PSN Rempang Eco City. Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah menyerukan evaluasi menyeluruh serta pencabutan proyek ini karena dinilai mengancam hak masyarakat dan memperburuk krisis sosial-ekologis di tingkat lokal.
Proyek Rempang Eco City bertujuan menjadikan Pulau Rempang sebagai kawasan industri dan pariwisata terintegrasi dengan nilai investasi sebesar Rp381 triliun. Namun, proyek ini mengancam menggusur sekitar 7.000 hingga 10.000 penduduk lokal, yang telah bermukim di sana sejak 1834. Sebagian besar warga adalah nelayan dan petani yang menghadapi risiko kehilangan tempat tinggal akibat alokasi lahan seluas 7.572 hektare kepada PT Makmur Elok Graha (MEG).
Baca Juga: Ini Alasan Perusahaan China Ingin Menguasai Pulau Rempang!
Ketimpangan Hak dan Dominasi Kepentingan Pemodal
Menurut kajian LHKP PP Muhammadiyah, kebijakan PSN kerap mengesampingkan hak masyarakat dengan memanfaatkan kekuasaan demi kepentingan pengusaha. Negara dianggap memberikan kelonggaran melalui jalur informal yang merugikan warga. Hal ini diperparah dengan kriminalisasi terhadap masyarakat yang berusaha memperjuangkan hak mereka.
"Seringkali, proses formal digantikan dengan mekanisme informal demi melanggengkan kepentingan pemodal," ujar David Efendi, Sekretaris LHKP PP Muhammadiyah, dilansir dari Maklumat.id, Kamis (23/1/2025).
Laporan dari Komnas HAM juga menemukan indikasi pelanggaran hak asasi manusia dalam konflik ini, termasuk intimidasi, penggunaan gas air mata, dan pembatasan akses terhadap bantuan hukum. Situasi ini diperburuk oleh kehadiran investor asing, seperti Xinyi Group dari China, yang menanamkan investasi Rp175 triliun untuk membangun pabrik kaca dan panel surya di Rempang. Keterlibatan bisnis asing ini menambah kompleksitas, terutama dalam melindungi hak masyarakat adat dan menjaga keberlanjutan lingkungan.
Ancaman terhadap Politik Lokal dan Lingkungan
Baca Juga: Peduli Rempang, FPI dan PA 212 Bakal Gelar Aksi di Patung Kuda
LHKP menilai bahwa PSN Rempang Eco City mengabaikan prinsip desentralisasi dengan meminggirkan peran politik lokal. "Warga lokal kehilangan hak mereka karena kebijakan agraria yang lebih berpihak pada kekuatan administrasi," tambah David.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Oleh karena itu, LHKP mendesak masyarakat sipil untuk memperkuat solidaritas guna melawan dominasi ekonomi yang merugikan masyarakat kecil.
Tujuh Poin Tuntutan LHKP PP Muhammadiyah
Baca Juga: Polwan RI Laksanakan Giat Sosial di Pulau Rempang
Sebagai respons terhadap situasi ini, LHKP merilis dokumen kebijakan yang menyoroti tujuh langkah penting untuk mengatasi krisis yang ditimbulkan oleh PSN Rempang Eco City:
- Pengesahan RUU Masyarakat Adat: Perlu segera mengesahkan regulasi untuk mengakui dan melindungi hak masyarakat adat yang selama ini diabaikan.
- Dukungan Psikososial: Relokasi warga memerlukan pendampingan psikososial, terutama bagi anak-anak yang terdampak.
- Penegakan Hukum yang Adil: Advokasi hukum harus diperkuat untuk melindungi hak warga secara konstitusional, termasuk akses terhadap bantuan hukum dan dialog yang melibatkan semua pihak terkait.
- Pemetaan Partisipatif Hak Tanah: Pengakuan dan perlindungan hak tanah berbasis adat perlu dilakukan dengan proses pemetaan yang transparan dan adil.
- Koordinasi dengan Masyarakat Sipil: Pemerintah diminta memperbaiki kolaborasi dengan organisasi masyarakat sipil untuk pendekatan yang lebih efektif dalam menyelesaikan konflik.
- Evaluasi Investasi Asing: Seluruh investasi yang berpotensi melanggar HAM, lingkungan, dan keanekaragaman hayati harus dievaluasi atau dihentikan jika diperlukan.
- Kepatuhan pada Konstitusi: Pemerintah harus menjadikan UUD 1945 sebagai pedoman utama dalam melindungi seluruh warga negara tanpa diskriminasi.
LHKP menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh mengorbankan hak-hak masyarakat atas nama pembangunan. "Negara harus hadir untuk melindungi warganya, bukan justru berpihak pada kepentingan modal," tegas David.
Dengan konflik hak dan ancaman lingkungan yang begitu signifikan, evaluasi dan penghentian proyek ini menjadi langkah mendesak demi menjaga keadilan dan keberlanjutan Pulau Rempang.
Editor : Pahlevi