Optika.id - Sudah banyaknya laporan masyarakat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) dan keluarganya.
Menurut Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi tidak ada lagi alasan bagi KPK untuk tidak mengusut Jokowi dan keluarga, termasuk adanya temuan dari Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) yang menyebutkan bahwa Jokowi sebagai finalis presiden terkorup di dunia.
Baca Juga: Beri Presiden Kesempatan Penuh
"Dan karenanya KPK segera memanggil Jokowi, Gibran, Kaesang dan Bobby untuk diperiksa sebagai mana pengaduan masyarakat selama ini. Maka tidak ada alasan KPK untuk tidak segera memanggil Jokowi dan keluarganya," kata Muslim dilansir rmol, Minggu (12/1/2025).
Apalagi, lanjutnya, desakan warga di berbagai wilayah untuk KPK adalah segera menangkap dan mengadili Jokowi marak terjadi.
"Kalau KPK masih berlama-lama tidak panggil Jokowi dan keluarganya untuk diperiksa, maka wajar bilang KPK dianggap lindungi Jokowi dan keluarganya. Dan itu sama saja dengan KPK jadi musuh rakyat," bebernya.
"Dan jangan salahkan rakyat kalau KPK didesak untuk dibubarkan atau minimal pimpinan KPK dibekukan," tukasnya.
Muslim menambahkan, KPK enggan menyentuh kasus-kasus yang melibatkan kekuasaan besar.
Keluarga Jokowi, termasuk anak-anaknya yang kini mulai terjun ke politik, sering menjadi sorotan publik termasuk dalam menjalankan bisnisnya. "Bisnis yang dijalankan Gibran dan Kaesang diduga nepotisme dan memanfaatkan kekuasaan bapaknya," tegasnya.
Muslim mengatakan, Jokowi sengaja melemahkan KPK agar Lembaga anti-rasuah itu tidak independen serta tak berfungsi.
"Sejak revisi UU KPK pada 2019, banyak yang merasa independensi KPK telah melemah. Perubahan seperti pembentukan Dewan Pengawas dianggap membuat KPK lebih rentan terhadap intervensi. Hal ini memunculkan keraguan tentang kemampuan KPK untuk menangani kasus yang melibatkan orang-orang dengan jabatan tinggi," ungkapnya.
TPUA Laporkan Jokowi ke KPK
Sementara itu, Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) melaporkan Jokowi ke Komisi KPK terkait rilis yang dikeluarkan Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) yang menyebutkan bahwa Jokowi sebagai finalis presiden terkorup di dunia.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) TPUA, Azam Khan mengatakan, pihaknya secara resmi membuat pengaduan masyarakat (Dumas) ke KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2025).
"Tujuan kita ke sini ini yaitu membuat pengaduan ke Dumas, soal masalah yang sekarang lagi ribut di dunia internasional, yaitu OCCRP tentang tuduhan kepada Joko Widodo, mantan Presiden ketujuh kita, bahwa dianggap dia korup terbesar nomor dua di OCCRP," kata Azam kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK seperti dikutip Optika.id.
Azam menyebut, TPUA menyayangkan jika aparat penegak hukum (APH) tidak menindaklanjuti informasi dimaksud.
"Kami datang ke KPK karena KPK spesialisasinya di korupsi, untuk segera memanggil Joko Widodo sebagai mantan presiden. Cobalah diperiksa kebenaran itu, karena rakyat ini merasa sakit hati juga kalau mantan presiden kita dituduh macam-macam. Nah, dengan jalan kita mengajukan kepada KPK untuk segera dipanggil dan diperiksa," tukasnya.
Sebelumnya, pada Selasa (7/1/2025) aktivis Nurani 98 juga mendatangi KPK guna mendesak KPK menindaklanjuti berbagai laporan masyarakat terkait dugaan korupsi Jokowi dan keluarganya.
OCCRP Tegaskan Tak Miliki Kendali
OCCRP menyatakan tidak memiliki kendali soal siapa saja yang diusulkan masuk dalam daftar tokoh paling korup di dunia, termasuk munculnya nama Jokowi dalam daftar itu.
Para tokoh dimasukkan ke dalam daftar "finalis" karena memperoleh dukungan daring terbanyak dari seluruh dunia dan memiliki alasan untuk diikutsertakan, kata Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP).
"Para juri menghargai nominasi warga negara," kata penerbit OCCRP Drew Sullivan dalam pernyataan di situs web resmi organisasi itu seperti dikutip Optika.id, Minggu (12/1/2025).
Namun, dalam sejumlah kasus, nominasi yang diajukan publik tidak didukung oleh bukti yang cukup kuat untuk membuktikan adanya korupsi besar atau pola penyalahgunaan kekuasaan yang konsisten.
Menurut Sullivan, ada persepsi kuat di masyarakat tentang adanya korupsi meski bukti yang mendukung hal itu tidak selalu memadai.
"Seharusnya ini jadi peringatan bagi mereka yang dinominasikan bahwa masyarakat sedang mengawasi, dan mereka peduli," katanya.
OCCRP menyatakan tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa Jokowi terkait dengan tindakan korupsi demi keuntungan pribadi selama dia menjabat sebagai presiden.
Namun, kata organisasi itu, banyak kelompok masyarakat sipil dan para pakar mengatakan bahwa "pemerintahan Jokowi secara signifikan melemahkan" komisi anti korupsi Indonesia.
Jokowi juga dikritik oleh masyarakat luas karena "merusak lembaga pemilu dan peradilan Indonesia," menurut pernyataan itu.
OCCRP mengakui beberapa individu telah menyalahgunakan daftar tokoh paling korup itu untuk mempromosikan agenda dan ideologi politik mereka.
Organisasi itu menyatakan bahwa tujuan mereka membuat daftar itu adalah "mengakui adanya kejahatan dan korupsi."
Baca Juga: Kasus Korupsi DJKA, Rocky: Rezim Jokowi Manfaatkan Kekuasaan Buat Kepentingan Pribadi dan Politik
OCCRP berjanji akan terus mengutamakan transparansi dan inklusivitas dalam proses nominasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Diketahui, selain Jokowi, daftar tersebut juga mencakup nama-nama besar lainnya, seperti Presiden Kenya William Ruto, Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu, mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina, dan pengusaha India Gautam Adani.
Nama-nama ini merepresentasikan tokoh-tokoh yang dinilai memiliki pengaruh besar tetapi juga diwarnai kontroversi terkait dugaan korupsi tingkat global.
OCCRP Tak Punya Bukti
OCCRP sendiri mengakui tidak memiliki bukti bahwa Jokowi terlibat dalam korupsi untuk keuntungan finansial pribadi selama masa jabatannya.
Namun, mereka memasukkan namanya dalam daftar tersebut berdasarkan penilaian bahwa di bawah kepemimpinannya, terjadi peningkatan kasus korupsi di Indonesia dan pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kontroversi ini memicu perdebatan di kalangan masyarakat Indonesia. Beberapa kelompok pendukung Jokowi, seperti Projo, membela mantan presiden tersebut dengan menekankan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadapnya tetap tinggi dan tidak ada putusan pengadilan yang membuktikan keterlibatannya dalam praktik korupsi.
Di sisi lain, kritik muncul terkait dengan meningkatnya kasus korupsi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun tidak ada bukti langsung yang mengaitkan Jokowi dengan kasus-kasus tersebut, sejumlah pihak menilai bahwa perhatian terhadap isu korupsi semakin penting di tengah dinamika pemerintahan saat ini. Lantas, apa sebenarnya lembaga OCCRP?
Lembaga OCCRP
Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) merupakan organisasi jurnalisme investigasi global yang berfokus pada pemberitaan kejahatan terorganisir dan korupsi. Didirikan pada tahun 2006 oleh Drew Sullivan dan Paul Radu, OCCRP berkantor pusat di Amsterdam dan memiliki staf yang tersebar di enam benua.
Misi utama OCCRP adalah memperluas dan memperkuat jurnalisme investigatif global serta mengungkap kejahatan terorganisir dan korupsi agar publik dapat menuntut pertanggungjawaban dari para pemegang kekuasaan.
Organisasi ini menyediakan pelatihan, alat, dan sumber daya untuk membantu outlet jurnalisme investigatif berkembang dan melayani kepentingan publik.
Sejak didirikan, OCCRP telah mencapai berbagai pencapaian signifikan, termasuk lebih dari 10 miliar dolar dalam denda dan aset yang disita oleh lembaga pemerintah, 820 tindakan pemerintah, 736 penangkapan atau penahanan, 430 penyelidikan resmi, 261 tindakan sipil, 135 pengunduran diri atau pemecatan tokoh kunci, dan 135 tindakan korporasi.
OCCRP menerima dukungan dari berbagai donor yang berasal dari berbagai negara dan organisasi internasional. Donor-donor ini memainkan peran penting dalam membantu keberlanjutan dan pengembangan program-program jurnalisme investigasi yang dijalankan oleh OCCRP.
Baca Juga: Prabowo Disarankan Putuskan Hubungannya dengan Jokowi!
Beberapa tokoh yang berkontribusi termasuk Dutch Postcode Lottery, Ford Foundation, Slovak Agency for International Development Cooperation, dan Swedish International Development Cooperation Agency. Selain itu, terdapat juga dukungan dari United Kingdom Foreign, Commonwealth & Development Office, serta Ministry for Europe and Foreign Affairs of France.
Selain itu, lembaga ini juga didukung oleh berbagai organisasi yang mendukung kebebasan pers dan penguatan demokrasi, seperti National Endowment for Democracy, USAID, International Center for Journalists (ICFJ), dan Open Society Foundations (OSF). Dukungan ini memperkuat kapasitas OCCRP dalam mengungkap kejahatan terorganisir dan korupsi di seluruh dunia.
Bantahan Jokowi
Sementara itu, Jokowi menanggapi soal sebutan pimpinan terkorup yang dirilis oleh Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP).
Jokowi membantah tuduhan tersebut dan mempertanyakan bukti yang dimiliki OCCRP terkait keterlibatannya dalam korupsi.
"Terkorup? Terkorup apa? Yang dikorupsi apa?" katanya di Solo, Jawa Tengah, beberapa waktu yang lalu
Ia menyatakan bahwa tuduhan ini merupakan fitnah dan bagian dari kampanye negatif terhadap dirinya. Jokowi juga menekankan bahwa selama masa jabatannya, tidak ada bukti yang menunjukkan ia terlibat dalam korupsi untuk keuntungan finansial pribadi. Dia pun meminta pihak yang mengklaim pernyataan tersebut agar membuktikannya.
"Ya dibuktikan, apa," katanya.
Menurut dia, saat ini banyak fitnah yang datang kepada dirinya.
"Sekarang kan banyak sekali fitnah, banyak sekali framing jahat, banyak sekali tuduhan-tuduhan tanpa ada bukti. Itu yang terjadi sekarang kan?" katanya.
Disinggung soal adanya muatan politis dibalik nominasi pimpinan terkorup, ia melemparkan tawa terhadap wartawan.
"Ya ditanyakan saja. Orang bisa pakai kendaraan apapun lah, bisa pakai NGO, bisa pakai partai," katanya.
Bahkan menurut dia, pihak tertentu bisa memanfaatkan organisasi masyarakat untuk melemparkan tuduhan tersebut.
"Bisa pakai ormas untuk menuduh, untuk membuat framing jahat, membuat tuduhan jahat-jahat seperti itu ya," katanya.
Editor : Pahlevi