Oleh: Ahmad Cholis Hamzah
Optika.id - Ada berita running text disalah satu TV yang menarik perhatian saya yaitu pemerintah Indonesia menarik Duta Besarnya di Negeria karena ada tuduhan tindakan asusila. Ternyata banyak media juga sudah mewartakan kasus ini.
Media VOA misalkan melaporkan bahwa pasca meluasnya tuduhan pelecehan seksual yang dilakukan Duta Besar RI di Nigeria terhadap seorang staf lokal, Kemlu Indonesia menarik pulang Duta Besar sebelum masa berakhirnya penugasan. VOA berbincang dengan suami korban, yang berharap kasus ini tidak berakhir hanya dengan pemulangan Dubes.
Tuduhan pelecehan seksual yang dilakukan Duta Besar RI di Nigeria Usra Hendra Harahap terhadap seorang staf lokal di KBRI Abuja berakhir dengan ditarik pulangnya duta besar berusia 65 tahun ini lebih awal dari penugasan yang seharusnya. Menjawab pertanyaan VOA via teks, juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Roy Soemirat mengonfirmasi bahwa Usra Hendra Harahap telah ditarik pulang sejak akhir Desember lalu.
Saya tidak tahu pasti - betul tidaknya sang Dubes RI untuk Nigeria ini melakukan pelecehan seksual, namun kalau kita melihat profil nya sebenarnya dia memiliki pengalaman yang cukup bagus. Pak Usra bergabung dengan Partai Golongan Karya setelah pensiun dari militer.
Baca Juga: Itu Tidak Sesuai Fatsoen Politik
Pada September 2018, Ketua Golkar Airlangga Hartarto mengumumkan bahwa presiden telah menunjuk Usra sebagai calon duta besar Indonesia untuk Nigeria. Setelah lulus tes yang diadakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, ia dilantik sebagai duta besar pada 21 November 2019. Ia merangkap sebagai duta besar untuk Nigeria, Benin, Burkina Faso, Ghana, Liberia, Niger, Sao Tome dan Principe, Togo, dan Masyarakat Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat.
Jabatan Duta Besar itu merupakan jabatan yang penting, strategis dan terhormat. Saking terhormatnya panggilan diplomatik untuk dirinya adalah His Excellency atau Yang Mulia. Hal ini menunjukkan bahwa seorang Dubes itu merupakan wakil resmi pemerintah yang menugaskannya di negara lain dan karena itu layak menerima panggilan resmi itu.
Tentu penunjukkan seseorang menjadi Duta Besar itu harus melalui prosedur yang ketat. Di negara Amerika Serikat semua nominasi untuk menjadi duta besar atas nama Amerika Serikat untuk negara asing atau organisasi internasional dibuat oleh Presiden Amerika Serikat dan harus dikonfirmasi oleh Senat Amerika Serikat. Di negara kita Indonesia juga memiliki prosedur yang hampir sama. Hal ini diatur dalam perubahan UUD 1945 pada Pasal 13 ayat (2) yang menyatakan Dalam pengangkatan duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR.
Pertimbangan DPR atau Senat (kalau di Amerika Serikat) itu sangat diperlukan mengingat nama yang diusulkan presiden untuk menjadi seorang Dubes situ harus bisa mewakili kepentingan negara di negara lain. Dan dengan demikian dia harus bisa membawa nama baik atau marwah negaranya di negara dimana dia bertugas dan berupaya untuk mempererat hubungan antar negara.
Sehubungan dengan itu maka penunjukan seorang Dubes harus dijalankan dengan pertimbangan yang matang dari berbagai sudut kepentingan negara dan bukannya kepentingan bagi-bagi jabatan karena politik balas jasa.
Baca Juga: Sampai Kapan US$ Menguat Terhadap Rupiah?
Misalkan setelah piplres maka tokoh dari partai politik yang berjasa mendukung seorang presiden diberi jatah menjadi Dubes padahal yang bersangkutan tidak memiliki latar belakang pengetahuan dunia diplomatik yang memadai.
Demikian pula jabatan seorang Dubes bukanlah jabatan atau posisi buangan politik. Seorang tokoh yang selalu keras mengkritik pemerintah dibuang menjadi Dubes agar dia tidak bersuara lantang lagi.
Sekali lagi untuk kasus Dubes RI untuk Nigeria yang ditarik pulang atas tuduhan pelecehan seksual itu benar atau tidak tuduhannya, namun ini menjadi peringatan bagi pemerintah agar memiliki pertimbangan yang matang dan berhati-hati menunjuk seseorang untuk menjadi wakil negara di negara lain.
Roy menjelaskan bahwa pihak Kementerian Luar Negeri hanya ketahui dan terima satu kasus pengaduan, meskipun hasil penelusuran awal VOA mendapati adanya beberapa staf lokal yang mengalami pelecehan seksual serupa, meskipun terduga korban lain belum bersedia diwawancarai.
Pelecehan seksual yang disebut-sebut itu terjadi di ruang duta besar di KBRI Abuja pada 7 Februari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Baca Juga: Lho Gak Bahaya Ta?
Menurut Aminu, istrinya yang telah bekerja sebagai staf lokal selama lima tahun diminta datang ke ruang duta besar untuk menunjukkan lokasi suatu daerah di Nigeria. Saat menunjuk lokasi dimaksud pada peta, sang duta besar menarik tangan korban dan memaksa untuk mencium lehernya.
Dalam bahasa Indonesia sayang sayang di leher istri saya. Ia berupaya mendorong dan mengatakan jangan Pak, jangan Pak sambil mengelak dan lari menuju pintu. Istri saya mengeraskan suaranya menolak ciuman dan memutar pegangan pintu, baru dubes melepaskannya.
Aminu mengatakan tindakan tidak senonoh terhadap istrinya itu bukan yang pertama kali, dan bahwa istrinya bukan korban pertama karena ada beberapa staf yang melaporkan hal serupa terhadap mereka. VOA belum dapat mengkonfirmasi hal ini secara independen.
Editor : Pahlevi