Oleh: Ahmad Cholis Hamzah
Optika.id - Malam tahun baru ketika suara kembang api saling bersahutan, saya melihat podcast nya Abraham Samad mantan ketua KPK yang mewancarai bu Prof. Connie Rahakundini Bakrie dari Rusia seputar domuken rahasia milik pak Hasto Kristiyanto Sekjen PDIP yang dititipkan ke bu Connie dan disimpan ditempat aman di Rusia bahkan sudah dia notariskan di negerinya Vladimir Putin itu.
Dari pembicaraan yang panjang di podcast itu tersirat pembicaraan bahwa Mulyono atau pak Jokowi meskipun sudah tidak menjabat presiden masih ikut cawe-cawe urusan politik. Kekuatan pak Jokowi itu mungkin terletak banyaknya orang-orang yang diangkat pak Jokowi yang meduduki jabatan-jabatan strategis di negeri ini. Orang-orang tersebut memiliki utang budi pada pak Jokowi dan karena itu mau tidak mau masih berada di belakang pak Jokowi termasuk upaya men-tersangkakan pak Hasto di KPK.
Seperti diketahui KBBI mendefinisikan utang budi sebagai 'mendapat kebaikan hati dari orang lain dan wajib dibalas'. Kebaikan hati merupakan sifat dasar manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Membalas kebaikan hati itu dalam politik ya ikut berperan memainkan manuver politik dari orang yang memberikan kebaikan hati itu.
Untuk mendapatkan pemahaman bagaimana kuatnya utang budi dalam politik, saya membayangkan saya pribadi dijadikan contoh, atau misal tersandera karena utang budi itu. Misalnya saya seorang dosen Oemar Bakrie yang hidup sederhana, kekampus naik sepeda motor kepanasan dan kehujanan untuk mengajar mahasiswa.
Baca Juga: Itu Tidak Sesuai Fatsoen Politik
HR saya mengajar itu Rp 100 ribu per 2 SKS dan mendapatkan jadwal mengajar 4 x satu bulan (angka Rp 100 ribu itu bukanlah angka ilustrasi khayalan saya, namun jujur saya pernah mendapatkan HR sebesar itu ketika mengajar di Perguruan Tinggi swasta). Karena kegigihan saya mendukung seorang presiden maka sebagai "ucapan terima kasih nya saya ujug-ujug diangkat menjadi Komisaris Utama di BUMN besar yang menangani industri tambang. Saya yang tidak tahu apa-apa tentang seluk beluk tambang, tidak faham balance sheet/neraca atau profit and loss statement/neraca rugi laba, strategi marketing dsb namun sebagai komisaris utama yang datang kekantor hanya sakali sebulan saya mendapat gaji Rp 450 juta/bulan, rumah mewah di kawasan Kebayoran Baru atau Menteng Jakarta, mendapatkan tantiem atau penghargaan perusahaan setiap tahun Rp 2 milyaran, punya dua supir pribadi yang dibiayai negara, masuk mobil dibukakan pintu supir dan sebagainya.
Baca Juga: Sampai Kapan US$ Menguat Terhadap Rupiah?
Bayangkan saya yang dulunya hanya dapat HR Rp 400 ribu dari kampus, naik motor lalu tiba-tiba melejit menjadi orang kaya, ternama tentu saya akan mati-matian memperjuangkan posisi saya di BUMN yang penuh nikmat dunia itu.
Bagaimana saya mempertahankan posisi saya yang wah itu? Tentu saya melakukan strategi ngatok bahasa Surabaya yang bermakna menjilat, memuji-muji berlebihan kepada pihak yang memberikan saya kedudukan itu, katakanlah presiden. Saya lalu mati-matian membentengi sang presiden dari pemberitaan yang negatif, atau saya tunduk manut terhadap apapun perintah yang diberikan sang presiden kepada saya. Orang seperti saya dalam contoh ini yang ditempatkan sang presiden di tempat-tempat strtaegis misalnya menjadi anggota DPR, menteri, ketua KPK, diangkat menjadi jenderal dan sebagainya, itu jumlahnya banyak.
Politik utang budi seperti contoh diatas tidak hanya terjadi di Indonesia namun juga terjadi sejak lama di negeri Adidaya Amerika Serikat. Kolonel purnawirawan Angkatan Darat AS Douglas McGregor mantan penasihat presiden AS di Pentagon memberikan ulasan bahwa the deep state atau orang-orang yang berpengaruh di Gedung Putih maupun Kongres AS tersandera oleh para Oligarki yang selalu mensuplai uang dalam jumlah besar; termasuk AIPAC atau Amrican Israel Public Affairs Committee atau lobby Yahudi yang kuat di AS yang selalu membiayai dana politik dan pribadi anggota Kongres atau pejabat tinggi AS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Baca Juga: Lho Gak Bahaya Ta?
Karena itu kita bisa melihat bahwa apapun yang diperbuat Israel melakukan genosida di Gaza selalu dibela mati-matian oleh para pejabat politik AS dengan membuat justifikasi apa yang dilakukan Israel itu adalah sikap membela diri atau self - defense. Seluruh dunia mengecam tindakan brutal dan sadis tentara Israel dan menuntut adanya gencatan senjata atau ceasefire namun para pejabat AS itu di forum PBB pun menolak dan menggunakan narasi rejim zionis Israel bahwa gencatan senjata itu akan membuat pasukan perlawanan Hamas tambah kuat.
Bu Connie dalam podcast yang saya tonton itu mengharapkan dengan sangat kepada pak Prabowo sebagai presiden terpilih untuk berani bertindak tegas untuk melepaskan diri dari jeratan para pejabat disekelilingnya yang masih memiliki utang budi terhadap mantan presiden Jokowi. Bahkan dalam sebuah wawancara di Kompas TV mantan Menkopolhukan Prof. Mahfud MD mewawanti-wanti pak Prabowo agar tidak merasa utang budi kepada pak Jokowi.
Editor : Pahlevi