Mata Pencaharian Baru: Korupsi

author Pahlevi

- Pewarta

Minggu, 29 Des 2024 17:17 WIB

Mata Pencaharian Baru: Korupsi


Oleh: Ahmad Cholis Hamzah

Optika.id - Saya menonton Metro TV sore hari pada tanggal 29 Desember 2024 tentang pemberitaan yang ramai putusan pengadilan yang ringan terhadap Harvey Moeis yang terlibat korupsi pengelolaan tambang timah sebesar hampir Rp 300 trilliun. Saya lupa acaranya apa dan nama dua penyiar atau pembawa acara di Metro TV itu tapi saya ingat celetukan salah satu pembawa acara itu dengan nada bercanda bahwa hukuman ringan terhadap pelaku kejahatan korupsi seperti Harvey Moeis itu bisa membuat korupsi sebagai mata pencaharian baru.
 
Meskipun bercanda, namun candaan pembawa acara itu tersirat begitu lemahnya upaya pemberantasan korupsi di negeri kita ini. Putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim yang diketuai oleh Eko Ariyanto dengan anggota Suparman Nyompa, Eryusman, Jaini Basir, dan Mulyono itu lebih ringan dari tuntutan jaksa. Oleh penuntut umum, Harvey Moeis dituntut pidana penjara selama 12 tahun dan denda Rp 1 miliar, serta uang pengganti Rp 210 miliar. Namun majelis hakim menjatuhkan vonis terhadap Harvey Moeis pidana penjara badan 6 tahun 6 bulan, pidana denda Rp.1 miliar subsider 6 bulan kurungan dan membayar uang pengganti Rp 210 miliar.
 
Putusan hakim itu mendapatkan reaksi keras dari masyarakat (dan saya juga pernah menulis artikel tentang ini) karena jauh atau tidak memenuhi rasa keadilan  masyarakat. Reaksi keras itu wajar muncul karena masyarakat sering menyaksikan keputusan ringan hakim dalam pengadilan Tipikor terhadap koruptor yang merampok uang rakyat yang jumlahnya tidak milyaran lagi namun trilliunan tepatnya ratusan trilliun, namun ada pengadilan yang menghukum berat terdakwa seorang tua, nenek yang dituduh mencari kayu. Masyarakat lalu membandingkan hukuman mati yang dijatuhkan koruptor di Cina yang mencuri uang negara 6,8 trilliun Yuan.
 
Karena itu wajar pembawa acara di Metro TV itu bercanda bahwa begitu ringannya hukuman yang dijatuhkan hakim terhadap pelaku tindak pidana korupsi sehingga masyarakat bisa menjadikannya tindak kejahatan korupsi itu sebagai mata pencaharian atau pekerjaan baru. apalagi ringan resiko kata penyiar Metro TV itu.
 
Berbagai reaksi netizen di negeri ini bersikap keras terhadap perlakuan negara yang lemah terhadap pelaku tindak korupsi uang negara sampai-sampai ada yang mengatakan lesson learned atau pelajaran yang bisa diambil yaitu kalau korupsi jangan tanggung-tanggung, yang trilliunan saja, toh hukumannya ringan. Memang soal jumlah uang negara yang digarong korupsi sepertinya ada perkembangan, dulu korupsi Rp 100 juta itu sudah dianggap besar, lalu meningkat milyaran rupiah, lalu meningkat lebih tajam yaitu trilliunan bukan satu atau dua trilliun tapi ratusan trilliun rupiah. Sepertinya semakin maju perkembangan jaman semakin besar jumlah uang negara yang dikorupsi.
 
Putusan majelis hakim yang lenient atau ringan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang besar-besar itu membuat rakyat kecewa terhadap kebijakan pemerintah untuk memberantas korupsi. Kekecewaan rakyat itu lebih meningkat ketika ada berita viral dimana Presiden Prabowo ketika berpidato di depan mahasiswa Indonesia di Kairo Mesir yang mengatakan bahwa dia akan memaafkan pelaku korupsi asal mau mengembalikan uang yang dikorupsi itu ke negara.

Dalam video lainnya pak Prabowo didepan para hadirin yang diantaranya para tokoh agama bahwa kalau para maling uang negara itu bertobat ya dimaafkan itu ajaran agama katanya.
 
Pak Prabowo sepertinya memandang kejahatan tindak pidana mencuri uang rakyat itu adalah kekhilafan manusia yang manusiawi; kalau bertobat ya gak apa-apa.
 
Supir mobil grab yang mengantar saya nyeletuk dengan berandai-andai korupsi Rp 300 trilliun, lalu bertobat minta dimaafkan pemerintah dan sanggup mengembalikan uang korupsinya hanya sebesar Rp 299 trilliun. Sisanya Rp 1 trilliun mengaku saja tidak sanggup mengembalikan dan minta diganti dengan hukuman kurungan saja katakanlah 3 bulan 1 tahun. Padahal dia sudah mendepositokan uang Rp 1 trilliun itu atas nama supirnya, pembantu rumah tangganya dimana nanti akan diambilnya ketika keluar dari penjara.
 
Kalau begitu lebih baik korupsi ratusan trilliunan rupiah saja ya pak, kata supir grab itu sambil tertawa; toh nanti dimaafkan presiden kali ini tertawanya lebih kencang.

Baca Juga: Sampai Kapan US$ Menguat Terhadap Rupiah?

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU