Optika.id - Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan meminta pemerintah untuk tidak menjadikan program penurunan stunting sebagai alasan menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) pada 2024 nanti. dia menilai, alasan menurunkan tingkat stunting atau gangguan pertumbuhan badan pada anak-anak tidaklah tepat digunakan untuk menaikkan tariff cukai hasil tembakau.
"Upaya mengkambinghitamkan rokok sebagai penyebab stunting, agar pemerintah menaikkan tarif CHT justru memperbesar dampak negatif seperti semakin maraknya rokok illegal," ujar Henry, dalam keterangan yang dikutip Optika.id, Sabtu (21/10/2023).
Baca Juga: Presiden Jokowi Resmi Larang Penjualan Rokok Eceran!
Dia menyebut jika saat ini pemerintah perlu melakukan relaksasi agar industri hasil tembakau (IHT) legal sehingga mata rantai yang saling terkait di sepanjang industri tersebut bisa pulih dan bertahan. Pasalnya, selama ini dia mengklaim jika kondisi IHT legal sedang terdesak. Maka dari itu dia meminta pemerintah pada meninjau kembali kebijakan kenaikan tariff CHT di tahun 2024 nanti dnegan menyesuaikan pertumbuhan ekonomi atau inflasi.
GAPPRI berharap ke depan, IHT legal mendapatkan jaminan kepastian hukum untuk tetap hidup dan tumbuh sebagaimana diamanahkan dalam Konstitusi kita, kata Henry.
Tak hanya GAPPRI, tim peneliti Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB) Malang Jawa Timur dalam studinya, menjelaskan bahwa produk hasil tembakau (rokok) yang diduga menjadi penyebab dari stunting dan penyakit tidak menular (PTM) tidaklah tepat.
Baca Juga: Pengmas FK UNAIR: Perangi Stunting dengan Edukasi Gizi di Desa Londo, NTB
Direktur PPKE FEB UB, Candra Fajri Ananda mengatakan, hasil kajian menunjukkan produk hasil tembakau seperti rokok bukanlah faktor utama. Melainkan pendidikan, pendapatan, dan kualitas lingkungan masyarakat yang mendorong terjadinya stunting dan penyakit tidak menular (PTM).
adapun kajian tersebut dilakukan guna menanggapi adanya pro dan kontra penyebab stunting dan PTM yang merebak di masyarakat. Adapun riset tersebut dilakukan dengan basis data primer seperti melakukan survei pada masyarakat di beberapa daerah di antaranya Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Banten, Bali dan NTT.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hasil survei tersebut kemudian dioleh dengan menggunakan random forest yang ditemukan bahwa faktor dominan dari penyebab terjadinya PTM di Indonesia yakni makanan dan minuman berpemanis, pendapatan, serta kurangnya konsumsi sayur di masyarakat.
Kemudian, berdasarkan analisis menggunakan Structural Equation Modelling (SEM), ditemukan bahwa yang berpengaruh secara signifikan dalam menurunkan terjadinya PTM yakni pendapatan, pendidikan, dan kepemilikan jaminan kesehatan.
Baca Juga: Perang Melawan Rokok Ilegal di Lamongan Terus Dilakukan!
"Dukungan pembiayaan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah juga memiliki peran besar dalam penurunan stunting, dimana belanja kesehatan melalui dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) dan peningkatan anggaran kesehatan melalui transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) berdampak signifikan terhadap penurunan angka stunting di Indonesia, ujar Prof Candra dalam sebuah diskusi terfokus.
dalam kajian tersebut, tim PPKE FEB UB pun memberi rekomendasi agar lintas pemangku kepentingan selalu menguatkan kolaborasi, melalui program dan kegiatan serta pembiayaan dalam penanganan PTM dan stunting. Selain itu, penguatan pembiayaan kesehatan juga perlu perbaikan dari sisi penggunaan DBHCHT di tingkat Kabupaten/kota untuk dalam rangka akselerasi penurunan PTM dan stunting.
Editor : Pahlevi