Optika.id - Fenomena orang Indonesia yang tinggal di luar negeri bukanlah barang yang baru. berdasarkan catatan dari Kementerian Luar Negeri RI, pada tahun 2022, terdapat sekitar 3,1 juta orang Indonesia yang tinggal di luar negeri. Sebagian dari mereka ada yang karena bekerja, maupun belajar.
Baca Juga: Survei: 73 Persen Pekerja Alami Perlakuan Tak Menyenangkan dan Diskriminasi
Menurut Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Tadjudin Nur Effendi, hal seperti itu sebenarnya sah-sah saja dan lumrah dilakukan. Ia malah menganggap hal tersebut adalah hal yang bagus khususnya untuk mereka yang menempuh pendidikan di luar negeri. Karena menurutnya, alasannya sederhana yakni sulitnya mendapatkan pekerjaan di Indonesia dan rendahnya gaji di Indonesia.
Meskipun berdasarkan proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2023 menunjukkan bahwa Indonesia mengalami penurunan jumlah pengangguran dari yang sebelumnya pada tahun 2022 sekitar 8,4 juta orang menjadi 7,9 juta orang di tahun 2023, namun Indonesia masih ditetapkan sebagai negara yang sulit dalam urusan mencari lapangan pekerjaan. Maka dari itu, para lulusan ini lebih baik bekerja di luar negeri dibanding menganggur di negeri sendiri. Pun jika mereka ingin membuka usaha, modalnya tidak sedikit.
"Gak apa-apa mereka kerja di luar negeri karena lapangan pekerjaan di Indonesia belum seperti yang diharapkan. Kalau mereka bekerja di luar negeri ya bagus karena kan mengirim devisa ke negara, daripada jadi pengangguran di Indonesia dan jadi beban. Kalau dibilang kehilangan talenta berbakatnya, tentu saja. Tapi, bisa apa para lulusan luar negeri itu di sini? Toh, spesifikasi mereka juga tidak bisa berkembang dan 'digunakan' di Indonesia," kata Tadjudin dalam keterangannya, Selasa (15/8/2023).
Selain itu, dia menilai jika industri yang ada di Indonesia masih belum berkembang sepenuhnya seperti klaim-klaim pemerintah. Di Indonesia, sambungnya, masih sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan spesifik, salah satunya adalah lulusan dari luar negeri.
Jadi ya sekalian saja mereka tetap di luar negeri untuk bekerja, meningkatkan kemampuan dan pengetahuan mereka sembari menyumbang devisa negara, sampai Indonesia 'mampu menerima mereka' yang entah kapan bisa terjadi, ucapnya.
Tadjudin pun menyoroti stigma masyarakat dan pemerintah yang menganggap bahwa mereka yang bekerja di luar negeri ini lupa kampung halaman dan tidak nasional. Alih-alih demikian, mereka malah realistis lantaran bekerja di luar negeri tidak seburuk yang dikira dan pendapatan mereka juga meningkat dibanding di negeri sendiri yang stagnan.
Hal tersebut dikuatkan oleh laporan dari Bank Indonesia yang merinci bahwa sumbangan devisa pekerja imigran Indonesia mencapai US$9,71 miliar atau setara dengan Rp1,47 triliun. Maka dari itu, pekerja imigran inipun tak jarang disebut sebagai pahlawan devisa karena menyumbang banyak untuk devisa negara. Jadi secara tidak langsung, negara pun diuntungkan karenanya.
Di sisi lain, upah yang tinggi inipun menggiurkan bagi mereka serta memberikan kesempatan kepada para pekerja imigran ini untuk menabung, berinvestasi, dan mengirimkan uang ke sanak keluarga yang berada di Tanah Air.
Baca Juga: Pak Yes: Karir Jadi Nilai Penting untuk Generasi Muda
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tak dapat dipungkiri apabila mereka beruntung dan berhasil bahkan cukup modal, mereka bisa kembali ke tanah air serta menciptakan lapangan kerja baru dari tabungan yang mereka miliki. Ini akan mematahkan stigma tidak nasionalis kepada mereka yang enggan atau menunda untuk pulang ke Indonesia karena harapan hidupnya semakin kabur dan sumir.
Namun, apabila hal itu tidak terjadi, maka kemungkinan terburuk seperti pindah kewarganegaraan tentu saja dapat terjadi.
Pindah Kewarganegaraan
Menanggapi hal demikian, Tadjudin mengatakan bahwa dirinya tak menampik jika pindah kewarganegaraan adalah pilihan dari para pekerja imigran itu. Berdasarkan catatan dari BPS, hampir 4 ribu warga Indonesia memilih untuk mengganti kewarganegaraannya dalam rentang waktu 2019 2022 kemarin.
Kendati demikian, negara tidak bisa serta merta melarang lantaran itu merupakan hak asasi manusia (HAM).
Baca Juga: 3 Penyebab Asam Urat yang Sering Terjadi pada Anak Muda
"Gak bisa dihalangi kalau mereka mau pindah kewarganegaraan itu kan HAM. Kalau mereka melakukannya untuk mendapatkan kehidupan yang layak ya gak bisa dilarang," timpal Tadjudin.
Satu-satunya solusi adalah negara mempersiapkan industri dan kehidupan yang layak bagi warga negaranya agar tidak berpindah ke negara lain.
Namun, masih ada banyak pekerjaan rumah yang perlu dituntaskan oleh Indonesia. khususnya di bidang ketenagakerjaan. Apabila hal itu tidak segera dituntaskan, maka Indonesia akan kehilangan orang-orang yang bertalenta.
Persoalan pindah kewarganegaraan karena harapan hidup di Indonesia tidak bisa diandalkan ini menurut Tadjudin tidak semata soal nasionalisme belaka. Maka dari itu dia berharap adanya pembenahan besar-besaran di sektor lapangan kerja dan pendidikan juga. Hal ini mengantisipasi tenaga kerja berkualitas akan terus menyebar, berdiaspora, kemudian berkembang di negeri orang.
Editor : Pahlevi