Optika.id - Harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax dikabarkan akan naik pada lusa, Jumat (1/4/2022). Berdasarkan perhitungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), harga keekonomiannya pada April diperkirakan sekitar Rp 16.000 per liter. Kini beredar kabar, BBM RON 92 tersebut bakal resmi mengalami kenaikan harga pada lusa, Jumat (1/4/2022).
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir angkat bicara mengenai BBM jenis Pertalite atau BBM RON 90 yang diputuskan oleh pemerintah untuk menjadi jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP), alias BBM bersubsidi.
Baca Juga: Sri Mulyani Pegang Kunci Kenaikan Harga BBM Subsidi
Dia menegaskan, Pertalite dijadikan bahan bakar minyak bersubsidi, sedangkan Pertamax tidak. Sehingga harga Pertamax akan naik.
"Pemerintah sudah memutuskan Pertalite dijadikan subsidi, Pertamax tidak. Jadi kalau Pertamax naik ya mohon maaf, tapi kalau Pertalite subsidi tetap," kata Erick seperti dikutip Optika.id dalam Kuliah Umum di Universitas Hasanuddin, disiarkan melalui saluran YouTube, Rabu (30/3/2022).
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sendiri telah menginformasikan batas atas harga jual jenis BBM umum RON 92 (Pertamax) untuk Maret 2022 sebesar Rp 14.526 per liter. Harga tersebut merupakan cerminan dari harga keekonomian berdasarkan formula harga dasar dalam perhitungan harga jual eceran jenis BBM Umum.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi, menjelaskan dalam menghitung harga keekonomian atau batas atas bulan Maret tersebut, mempertimbangkan realisasi perkembangan harga bulan sebelumnya, yaitu Februari. Padahal Februari 2022, harga minyak belum setinggi Maret 2022.
"Dengan mempertimbangkan harga minyak bulan Maret yang jauh lebih tinggi dibanding Februari, maka harga keekonomian atau batas atas BBM umum RON 92 bulan April 2022 akan lebih tinggi lagi dari Rp 14.526 per liter, bisa jadi sekitar Rp 16.000 per liter. Jadi sebagaimana yang telah disampaikan oleh Bapak Menteri ESDM, saat ini kita masih mencermati harga minyak ini, karena kalau berkepanjangan memang bebannya berat juga baik ke APBN, Pertamina dan sektor lainnya," ungkapnya dikutip dari keterangan tertulis Kementerian ESDM.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga, menyebut harga Pertamax perlu dihitung ulang. Sebab, Pertamax dijual di bawah harga keekonomian.
Konsumsi Pertamax sendiri memakan porsi 13n umumnya dipakai mobil mewah. Dengan demikian, ujarnya, bisa dikatakan mobil mewah mendapat subsidi. Maka itu, dia ingin agar harga Pertamax dihitung ulang.
"Sudah saatnya dihitung ulang berapa harga yang layak yang diberikan Pertamina untuk harga Pertamax yang dikonsumsi mobil mewah. Ini untuk keadilan semua," katanya beberapa waktu yang lalu.
Sebelumnya, Komisi VI DPR RI menyetujui PT Pertamina (Persero) untuk melakukan penyesuaian harga BBM Pertamax.
Menurut Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati dalam siaran langsung secara daring mengatakan jika harga Pertamax belum mengikuti mekanisme pasar.
Kendati demikian, Komisi VI DPR RI mendukung penyesuaian harga BBM nonsubsidi yang mengikuti harga keekonomian minyak dunia.
Netizen Duga Pertalite Akan Langka
Beberapa netizen pun mengaku jika kenaikan harga Pertamax diduga akan membuat bahan bakar Pertalite semakin langka.
"Setelah Harga BBM dinaikkan akan muncul kalimat. Mau Pertalite murah tapi langka atau Pertamax mahal tapi berlimpah? Tipu-tipu aja kerjanya," ujar salah seorang netizen, Rabu (30/3/2022).
"Pertamax disetujui DPR naik Rp16.000, Pertalite gantikan Premium. Sempurna sudah derita rakyat," ujar netizen lainnya.
"Mungkin 'nanti' lama-lama Pertamax gantikan Pertalite jadi BBM penugasan," ucap netizen lainnya.
Selain itu beberapa netizen pun mengaku jika para pengguna Pertamax kemungkinan akan berpindah menggunakan Pertalite.
Baca Juga: Terkait Kenaikan Tarif BBM dan Listrik, Ini Statement Sri Mulyani
"Auto hijrah ke pertalite saya atau nunggu tutorial dari ibu-ibu merah bgmn mengisi BBM motor tanpa pertamax tp tarikannya enak kaya pertamax," ucap salah satu netizen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kenaikan Pertamax Dinilai Akan Sangat Berdampak
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara menyebut, kenaikan harga Pertamax akan berdampak signifikan terhadap pengeluaran kelas menengah. Ujungnya akan melemahkan daya beli dan menurunkan kepercayaan terhadap konsumsi rumah tangga.
"Pasalnya kenaikan harga tidak hanya terjadi di BBM, tapi juga barang lain termasuk pangan. Momentum kenaikan harga Pertamax jika dilakukan pada saat Ramadhan dan mudik lebaran bisa ciptakan kontraksi ekonomi," kata Bhima dalam keterangannya, Rabu (30/3/2022).
Dia mengatakan hal ini akan membuat masyarakat akan menunda pembelian barang lain. Tak hanya itu masyarakat juga akan mengerem makan di restoran, berwisata, bahkan untuk mengajukan KPR rumah akan berpikir dua kali.
"Banyak dampak tidak langsungnya. Sebenarnya pemerintah tidak perlu naikkan Pertamax, cukup menambah dana kompensasi ke Pertamina atas selisih harga keekonomian yang makin lebar," tukasnya.
Menurut Bhima pemerintah sebenarnya dapat untung dari windfall harga minyak dunia, membuat ekspor batubara dan sawit juga menambah penerimaan negara.
Dia mengasumsikan ketika minyak mentah di atas US$ 100 per barel, ada tambahan pendapatan negara dari pajak dan PNBP hingga Rp 100 triliun, bukan angka yang kecil.
Pemerintah juga berusaha menaikkan rasio pajak lewat kenaikan tarif PPN, jadi tahan harga BBM merupakan keputusan yang rasional kalau ingin pemulihan daya beli solid.
Baca Juga: Harga Pertalite dan LPG 3 kg Bakal Naik, Luhut: Semua Dilakukan Bertahap
Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro mengungkapkan jika secara konsep kenaikan harga Pertamax ini tidak akan menekan daya beli masyarakat atau berkontribusi terhadap inflasi.
Menurut dia, Pertamax memang sebagian besar digunakan oleh masyarakat yang memiliki daya beli tinggi seperti mobil dan motor-motor jenis tertentu.
"Volumenya kan 6-7 juta KL per tahun. Secara porsi terhadap total nggak besar sebenarnya. Dia nggak ditransmisikan ke harga barang dan jasa lain karena tidak terkait langsung," tandasnya.
Memang di lapangan bisa berpotensi terjadi deviasi seperti kesempatan Pertamax naik tapi ada yang ikut-ikutan menaikkan harga beras. Nah hal ini menjadi PR besar pemerintah untuk menangani masalah tersebut.
Menurut Komaidi, memang ada potensi peralihan dari Pertamax ke Pertalite. Tapi untuk konsumen yang sudah terbiasa menggunakan Pertamax maka dia akan berpikir dua kali jika ingin turun ke Pertalite.
"Apalagi untuk masyarakat yang sudah paham dengan kondisi lingkungan. Pasti mereka susah mau pindah dari Pertamax," pungkasnya.
Reporter: Pahlevi
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi