Jadi Daerah Otorita, AMAN Takut Lahan Masyarakat Adat Terganggu!

author Seno

- Pewarta

Rabu, 26 Jan 2022 07:46 WIB

Jadi Daerah Otorita, AMAN Takut Lahan Masyarakat Adat Terganggu!

i

images - 2022-01-26T001525.311

Optika.id - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) khawatir, dengan bentuk IKN (Ibu Kota Negara) Nusantara sebagai daerah otorita, nantinya hak-hak masyarakat adat atas lahannya menjadi terganggu.

"Kewenangan pengakuan masyarakat adat itu ada pada pemerintah daerah. Dengan tidak adanya pemerintah daerah dalam konteks IKN ini, kewajiban itu akan absen. Soalnya, otorita diberi kewenangan luas termasuk soal pengadaan tanah," kata Direktur Advokasi Kebijakan Hukum dan HAM Pengurus Besar AMAN, Muhammad Arman, dalam keterangannya, Rabu (26/1/2022).

Baca Juga: Jokowi Soal Pindah ke IKN: Pindah Ibu Kota Jangan Dikejar-kejar

Dia khawatir, apabila tanah masyarakat masuk proyek pembangunan, masalah itu harus diputuskan di pengadilan lewat konsinyasi. Padahal tanah adalah sumber penghidupan masyarakat adat yang bekerja sebagai peladang dan petani.

"Mereka yang kehilangan pekerjaan akan berubah menjadi buruh," ujar Arman.

AMAN menjelaskan, ada 21 komunitas suku adat di wilayah IKN Nusantara, Kalimantan Timur. Jumlah itu terdiri atas 19 komunitas suku adat di Penajam Paser Utara (PPU) dan 2 komunitas suku adat di Kutai Kartanegara. AMAN memperkirakan jumlah total masyarakat adat di IKN Nusantara sebanyak 20 ribu jiwa.

"Kalau ada pandangan yang menganggap bahwa di lokasi IKN Nusantara tidak ada orang dan ini tanah kosong, itu pandangan yang sangat tidak benar dan keliru," katanya.

Banyak orang di IKN Nusantara kini hidup dari bekerja mengandalkan hasil alam, yakni bertani atau meladang sebanyak 75 persen. Sebagian bekerja sebagai aparatur sipil negara (ASN).

Hal senada dikatakan Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari. Dia melihat potensi problematika bentuk pemerintahan daerah IKN Nusantara berupa otorita itu. Memang tak ada DPRD dalam Otorita IKN Nusantara. Padahal perlu ada lembaga perwakilan rakyat yang mampu menyuarakan aspirasi masyarakat adat.

"Jauh sebelum ibu kota baru ini dirancang, sudah bermukim berbagai masyarakat hukum adat di lokasi ini. Mereka tidak mungkin meninggalkan wilayah adat mereka. Kalaulah mereka bermukim di sana, bagaimanapun, seharusnya mereka memiliki representasi atau lembaga perwakilan (DPRD)," kata Feri Amsari dalam keterangannya, Rabu (26/1/2022).

Masyarakat punya hak konstitusional yang harus dilindungi. Masyarakat adat di IKN Nusantara juga perlu dilindungi hak konstitusionalnya.

"Jadi, pilihan-pilihan terhadap model pemerintahan Ibu Kota Negara Nusantara ini agak janggal kalau dilihat dari situasi di lapangan. Kalaupun masyarakat hukum adat ini dipindah, pertanyaan besarnya, bagaimana dengan nasib tanah adat mereka? Bukankah itu adalah hak konstitusional mereka yang harus dilindungi?" tutur Feri.

Ini Isi RUU Ibu Kota Negara

Diketahui, RUU IKN tertanggal 18 Januari 2022 (hari pengesahan di DPR) mencantumkan masalah pertanahan dan pengalihan hak atas tanah di Pasal 16. Perolehan tanah dilakukan melalui mekanisme pelepasan kawasan hutan dan mekanisme pengadaan tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam bagian penjelasan Pasal 16 ayat (1) diatur, mekanisme pengadaan tanah dilakukan dengan memperhatikan hak atas tanah masyarakat dan hak atas tanah masyarakat adat.

Soal perwakilan dalam parlemen, Pasal 13 dalam RUU IKN tertanggal 18 Januari 2022 menyatakan bahwa penyusunan dan penetapan daerah pemilihan anggota DPR dan anggota DPD di IKN Nusantara dilakukan oleh KPU RI dengan konsultasi bersama Otorita IKN Nusantara. Jadi, wakil rakyat dari warga IKN Nusantara adalah anggota DPR dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Baca Juga: Janji Semu Jokowi Kepada Masyarakat Adat yang Dirampas Lahannya

Kantor Parlemen Pusat nantinya ada di IKN Nusantara, sebagaimana saat ini Parlemen Pusat ada di Jakarta. Namun bedanya, di Jakarta kini ada DPR, MPR, DPD RI sekaligus ada DPRD DKI Jakarta, sedangkan nanti di IKN Nusantara hanya ada DPR, MPR, dan DPD RI tapi tidak ada DPRD IKN Nusantara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Nantinya, IKN Nusantara akan dipimpin oleh pejabat yang ditunjuk oleh Presiden, yakni Kepala Otorita IKN Nusantara, bukan kepala daerah dengan jabatan gubernur seperti provinsi lainnya. Pada UUD 1945, yakni di Pasal 18B ayat (2), pemerintah mengakui kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya.

KPK Akan Cegah Korupsi di Pembangunan IKN Nusantara

Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan angkat suara terkait strategi pencegahan korupsi di ibu kota negara (IKN) baru, Nusantara. Pahala mengatakan KPK akan menggunakan strategi pencegahan korupsi seperti penanganan pandemi.

"Untuk IKN memang kita agak lain pencegahannya. Kalau biasanya jalan dulu, lantas dengan fungsi monitoring dikaji, nanti ada rekomendasi perbaikan. Khusus untuk IKN ini mengambil model kayak penanganan pandemi," kata Pahala seperti dikutip Optika di YouTube Transparency International Indonesia (TII), Rabu (26/1/2022).

Pahala mengatakan KPK akan mengikuti alurnya nanti seperti apa. Jika ditemukan tata kelola yang kurang tepat, KPK akan merekomendasikan untuk segera diperbaiki.

"Jadi kita ikut di dalam timnya, jadi kalau ada yang kita pandang tata kelola yang kurang baik, kita segera surati untuk direkomendasi sehingga perbaikannya segera, tidak harus lewat sampai jauh," ucapnya.

Baca Juga: Masyarakat Adat Khawatir Apabila Sistem Proporsional Tertutup Pemilu Disetujui

Selanjutnya, Pahala menyebut KPK akan turun tangan dalam proses pembangunan infrastruktur di IKN. KPK akan menerapkan pencegahan yang efektif seperti menangani pandemi.

"Jadi KPK akan menjadi bagian dari proses pembangunan IKN dengan segala infrastrukturnya, jadi itu kita pikir upaya pencegahan yang relatif efektif, belajar dari pencegahan selama program penanganan percepatan penanganan pandemi," ujarnya.

Lebih lanjut, Pahala berpandangan peraturan di IKN kemungkinan akan berubah, seiring perkembangan digital. Tentu hal itu meliputi pelayanan publik, sehingga hal ini juga mempermudah sistem untuk pencegahan.

"Ada ada efeknya reformasi dan birokrasi? Kalau lihat desainnya iya, karena semua akan serba digital, kita pikir semoga jadi model pelayanan publik yang baik seperti apa, dan kalau ORI (Ombudsman RI) nanti bisa kasih semacam masukan pelayanan publik yang baik di sana seperti apa, kalau digital korupsinya bisa ter-protect sendiri, pencegahannya jalan sendiri karena sistem baik. Jadi kita optimistis untuk itu dan pendekatannya kita langsung saja masuk tim, kasih rekomendasi langsung. Sehingga kita harapkan perbaikannya langsung terjadi sambil lihat modelnya yang semoga bisa ditiru di banyak daerah," pungkasnya.

Reporter: Amrizal

Editor: Aribowo

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU