Ingin Presidential Threshold 0 persen, Refly Ungkit Sejarah PT di 2009

author Seno

- Pewarta

Kamis, 20 Jan 2022 12:06 WIB

Ingin Presidential Threshold 0 persen, Refly Ungkit Sejarah PT di 2009

i

images - 2022-01-20T050408.888

Optika.id - Refly Harun sebagai kuasa Ferry Joko Yuliantono, berharap Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus aturan itu menjadi 0 persen. Dia mengungkit sejarah presidential threshold, yaitu untuk menjegal SBY dalam capres 2009.

"Kami juga mengutip bagaimana sejarah presidential threshold 20%, yang notabene menurut keterangan Ketua DPR, ya, 20092014, Bapak Marzuki Alie, itu karena memang dimaksudkan untuk menghadang pencalonan SBY untuk periode kedua," kata Refly Harun seperti dikutip Optika dari sidang MK yang disiarkan di channel MK, Rabu (19/1/2022).

Baca Juga: MK Hapus PT 20 persen, Surokim: MK Super Progresif!

Hal itu disampaikan dalam sidang dengan agenda perbaikan permohonan. Pilpres 2009 itu diikuti tiga pasang calon dan berlangsung satu putaran, yaitu SBY-Boediono, Megawati-Prabowo, dan JK-Wiranto. Hasilnya, SBY-Boediono mendapatkan 60 persen suara, Megawati-Prabowo 26 persen suara, dan JK-Wiranto mendapatkan 12 persen suara.

Ferry meminta Pasal 222 UU Pemilu dihapus. Untuk meyakinkan majelis, Refly menambah argumen lain.

"Dan kami juga mengemukakan faktor sosiologis, bagaimana pembelahan masyarakat antara kau dan aku itu memang terjadi antara yang pro dan kontra Presiden Jokowi," ujar Refly Harun.

Terkait apakah Ferry punya hak menggugat (legal standing), Refly menguatkan argumennya. Sebab, saat ini di mata MK, yang berhak menggugat presidential threshold adalah parpol.

"Legal standing kami masukkan juga hak untuk dipilih (the right to vote), jadi walaupun Saudara Ferry Joko Yuliantono, barangkali belum menunjukkan minatnya untuk mencalon presiden, tapi sebagai sebuah hak konstitusional kami tetap memasukkan juga hak untuk dipilih (the right to be a candidate). Jadi, selain hak untuk memilih, kami juga memasukkan hak untuk dipilih sebagai legal standing," kata Refly Harun.

Diketahui, Ferry Joko Yuliantono yang juga politisi Gerindra, menggugat Pasal 222 UU Pemilu soal presidential threshold 20 persen. Pasal 222 yang diminta dihapus itu berbunyi:

Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.

Ferry menggugat presidential threshold dari 20 persen menjadi 0 persen dengan alasan aturan itu dinilai menguntungkan dan menyuburkan oligarki.

"Penerapan presidential threshold juga berpotensi menghilangkan ketentuan tentang putaran kedua (vide Pasal 6A Ayat (3) dan Pasal 6A Ayat (4) UUD 1945), sebagaimana penyelenggaraan pemilihan presiden 2014 dan 2019 yang menghadirkan dua calon presiden yang sama (Joko Widodo dan Prabowo Subianto)," ujar Ferry.

Dia menilai ketentuan Pasal 6A ayat (3) dan Pasal 6A ayat (4) UUD 1945 secara implisit menghendaki munculnya beberapa calon dalam pemilihan presiden, yang tidak mungkin dilaksanakan dalam hal hanya terdapat dua pasangan calon. Selain itu, ketentuan Pasal 6A ayat (3) dan Pasal 6A ayat (4) UUD 1945 justru memberikan 'constitutional basis' terhadap munculnya calon presiden lebih dari dua pasangan calon dan karena itu presidential threshold jelas-jelas bertentangan dengan ketentuan di atas.

"Keberlakuan Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 melanggar Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945, yaitu penerapan presidential threshold tidak sejalan dengan prinsip keadilan pemilu (electoral justice), yang mensyaratkan adanya kesamaan perlakuan di antara peserta pemilihan umum," papar Ferry.

Berikut ini penggugat presidential threshold ke MK:

1. Tujuh Warga Bandung:

Syafril Sjofyan

Tito Reosbandi

Elyan Verna Hakim

Endang Wuryaningsih

Ida Farida

Neneng Khodijah

Lukman Nulhakim

2. Ferry Joko Yuliantono

Waketum Partai Gerindra itu menggugat presidential threshold dari 20 persen menjadi 0 persen dengan alasan aturan itu dinilai menguntungkan dan menyuburkan oligarki.

3. Gatot Nurmantyo

Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo menggugat syarat ambang batas pencapresan (presidential threshold) 20 persen menjadi 0 persen ke MK. Menurutnya, dalam ilmu hukum secara teoretik dikenal prinsip 'law changes by reasons'. Dalam tradisi fikih juga dikenal prinsip yang sama, yaitu 'fikih berubah jika illat-nya (alasan hukumnya) berubah'.

4. Dua Anggota DPD

Dua anggota DPD, Fachrul Razi asal Aceh dan Bustami Zainudin asal Lampung, menggugat ke MK pekan lalu soal presidential threshold (PT) agar menjadi 0 persen. Fachrul Razi meminta doa dukungan kepada seluruh Indonesia agar demokrasi di Indonesia dapat ditegakkan.

"Kedua, kita doakan kepada Allah SWT semoga tergugah hati Hakim MK memperhatikan dan memutuskan seadil-adilnya dalam rangka yang terbaik terhadap demokrasi Indonesia dan kita harapkan nol persen jawaban terhadap masa depan Indonesia. Salam PT nol persen," tegas Fachrul Razi.

5. Partai Ummat

6. Lieus Sungkharisma

7. Tiga anggota DPD RI yaitu Tamsil Linrung, Edwin Pratama Putra dan Fahira Idris

Baca Juga: Anies Ngaku Tugas Jakarta Belum Rampung, Refly Harun: Ini Testing The Water

8. Sebanyak 27 WNI di Luar Negeri

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sebanyak 27 WNI di luar negeri dari berbagai penjuru dunia juga menggugat PT agar jadi nol persen.

1. Tata Kesantra, tinggal di New York, Amerika Serikat

2. Ida irmayani, tinggal di New York, Amerika Serikat

3. Sri Mulyanti Masri, tinggal di New Jersey, Amerika Serikat

4. Safur Baktiar, tinggal di Pennsylvania, Amerika Serikat

5. Padma Anwar, tinggal di New Jersey, Amerika Serikat

6. Chritsisco Komari, tinggal di California, Amerika Serikat

7. Krisna Yudha, tinggal di Washington, Amerika Serikat

8. Eni Garniasih Kusnadi, tinggal di San Jose, California, Amerika Serikat

9. Novi Karlinah, tinggal di Redwood City, California, Amerika Serikat

10. Nurul Islah, tinggal di Everett, Washington, Amerika Serikat

11. Faisal Aminy, tinggal di Bothell, Washington, Amerika Serikat

12. Mohammad Maudy Alvi, tinggal di Bonn, Jerman

13. Marnila Buckingham, tinggal di West Sussex, United Kingdom

14. Deddy Heyder Sungkar, tinggal di Amsterdam, Belanda

Baca Juga: Refly Harun Singgung UU No 10/2016 Soal Putusan MA Usia Cakada!

15. Rahmatiah, tinggal di Paris, Prancis

16. Mutia Saufni Fisher, tinggal di Swiss

17. Karina Ratna Kanya, tinggal di Singapura

18. Winda Oktaviana, tinggal di Linkuo, Taiwan

19. Tunjiah, tinggal di Kowloon, Hong Kong

20. Muji Hasanah, tinggal di Hong Kong

21. Agus Riwayanto, tinggal di Horoekimae, Jepang

22. Budi Satya Pramudia, tinggal di Beckenham, Australia

23. Jumiko Sakarosa, tinggal di Gosnells, Australia

24. Ratih Ratna Purnami, tinggal di Langford, Australia

25. Fatma Lenggogeni, tinggal di New South Wales, Australia

26. Edwin Syafdinal Syafril, tinggal di Al-Khor, Qatar

27. Agri Sumara, tinggal di Al-Kohr, Qatar.

Reporter: Amrizal

Editor: Aribowo

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU