Ada Pagar Laut di Tangerang dan Bekasi, Hersubeno: Bagaimana Negara ini Dikelola?

author Pahlevi

- Pewarta

Rabu, 15 Jan 2025 22:00 WIB

Ada Pagar Laut di Tangerang dan Bekasi, Hersubeno: Bagaimana Negara ini Dikelola?

Optika.id - Adanya pagar laut yang membentang sepanjang 30 km di laut Tangerang dan muncul baru lagi di Bekasi membuat Hersubeno Arief salah seorang pengamat politik mengaku keheranan. Hersubeno dalam podcastnya di Youtube mengaku bingung dan heran bagaimana negara ini dikelola dengan adanya pagar laut ilegal di Tangerang sepanjang 30 kilometer yang sampai saat ini masih misterius siapa yang memasangnya.

"Kini muncul lagi pagar serupa di Bekasi pagarnya lebih permanen sampai 8 kilometer loh. Ini kalau pak Prabowo dan pendukungnya lihat ini jangan baper lihat konten saya ya. Tapi kan ini masih 2 bulan pemerintahan belum 6 bulan jadi jangan dikritiki dulu ya," sindir Hersubeno dalam podcastnya Hersubeno Point seperti dikutip Optika.id, Rabu (15/1/2025).

Baca Juga: Kontrak Freeport Akan Berakhir, Kenapa Pemerintah Malah Beli Sahamnya?

"Kalau Banten kan sudah setahun yang lalu dibuatnya. Sementara di Bekasi 6 bulan yang lalu, jadi ini semua terjadi di era Presiden Jokowi. Sekarang ini banyak sekali sampah-sampah politik yang ditemukan dan terbuka satu per satu. Jadi sekarang yang membersihkan adalah pemerintahan pak Prabowo," sambung Hersubeno.

Jadi, kata Hersubeno, seperti lagu The doors yang berjudul when the music over. Jadi sekarang adalah waktunya untuk bersih-bersih yang menjadi tugas Pemerintahan Prabowo.

"Yang di Banten itu kan sudah dibongkar, yang melakukan juga sudah dipidana. Melihat fakta-fakta sekarang pak Prabowo harus merevisi ucapannya kalau pak Prabowo pernah menyebut Jokowi sebagai salah satu presiden terbaik. Harus direvisi tapi jangan disampaikan di kabinet nanti pasti disampaikan ke pak Jokowi, jangan ada orangnya pak Jokowi kalau ingin menyampaikan hal tersebut," kata Hersubeno sembari terkekeh.

"Sampai PP Muhammadiyah melayangkan somasi pada pembuat pagar laut yang sekarang masuk ke Serang. Minta dibongkar dengan memberi waktu 3x24 jam. Somasi itu dibaca Gufroni di atas pagar laut. Selain membaca somasi juga membentangkan baliho dengan tulisan tangkap pelaku, karena pagar laut tersebut memberikan dampak negatif seperti melanggar hak akses publik dan tentunya melanggar hukum. Sehingga disomasi untuk segera mencabut. Kalau tidak ada pencabutan maka akan lapor ke Mabes Polri," lanjutnya.

Muhammadiyah, kata Hersubeno, lebih tegas dibandingkan pemerintah. Muhammadiyah memberikan jangka waktu hanya 3 hari saja, sementara pemerintah 20 hari.

"Yang saya bingungkan duitnya dari mana ini masang pagar laut 30 kilometer lebih. Pasti itu punya pengusaha besar. Banyak telunjuk ke Aguan atau Agung Sedayu Grup. Luasnya sekitar 1755 hektare versi Nusron kalau PIK 2. Tapi nggak sampai 100.000 hektare kayak pagar laut tadi. Aguan lewat orang-orangnya membantah kalau pagar laut di Tangerang nggak ada urusan dengan PIK 2, jelas Hersubeno.

Kritisi Penegakan Hukum di Indonesia

Dia juga mengkritisi sistem penegakan hukum di Indonesia. Hersubeno menyoroti lemahnya respons aparat pemerintah yang dinilai hanya bertindak setelah kasus ini menjadi viral dan mendapat perhatian Presiden Prabowo Subianto.

"Segala sesuatu harus diributkan dulu, dan kalau beruntung sampai terdengar oleh para petinggi negara apalagi jika menarik perhatian Presiden dan Presiden memberikan atensi barulah aparat bertindak," tuturnya.

Menurutnya, langkah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang akhirnya menyegel pagar tersebut pada 9 Januari 2025 adalah contoh betapa seringnya aparat menunda tindakan hingga masalah menjadi sorotan publik.

Kalau tidak (Viral), mereka hanya akan pura-pura tidak tahu dan menutup mata serta telinga, lanjutnya.

Hersubeno menyebut situasi ini mencerminkan budaya "no viral, no justice," hukum baru berjalan ketika perhatian masyarakat dan pejabat tinggi tertuju pada sebuah kasus.

Pagar laut yang disebut "misterius" ini dianggap merugikan masyarakat pesisir, khususnya nelayan dan pembudidaya ikan di pantai utara Banten.

Hersubeno menilai istilah "misterius" tidak tepat, mengingat aktivitas pembangunan pagar ini dilakukan secara terang-terangan sejak setahun lalu. Dia bahkan mencurigai keterlibatan aparat desa hingga pejabat daerah yang mengaku tidak tahu-menahu tentang proyek besar tersebut.

Penyegelan pagar dilakukan langsung oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP, atas instruksi Presiden melalui Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono.

Tindakan ini diapresiasi oleh berbagai pihak, termasuk tokoh advokasi Said Didu, yang menilai langkah tersebut sebagai awal yang baik.

Namun, dia menekankan pentingnya menghukum pelaku pemagaran, mengganti kerugian nelayan, serta memperbaiki kerusakan lingkungan yang terjadi.
Hersubeno Arief juga menyoroti perlunya audit terhadap pengembang Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2), yang diduga terlibat dalam pemagaran ini.

Selain itu, keterlibatan aparat daerah dalam mendukung proyek ilegal tersebut harus diusut tuntas.

Langkah Presiden Prabowo menunjukkan bahwa pemerintah mulai bergerak di atas oligarki, bukan tunduk seperti sebelumnya, tegasnya.

Muhammadiyah Layangkan Somasi

Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBHAP) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah melayangkan somasi terhadap pemilik pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) di wilayah pesisir utara Tangerang, Banten. Ketua Riset dan Advokasi Publik LBHAP PP Muhammadiyah, Gufroni menjelaskan pihaknya juga meminta pada pelaku untuk segera melakukan pembongkaran selambat-lambatnya dalam kurun 3 hari setelah somasi tersebut dilayangkan pada Senin (13/1/2025).

"Kami meminta kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk segera mencabut dan membersihkan pagar bambu yang telah menghalangi akses laut bagi nelayan dalam waktu 3x24 jam," kata Gufroni dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (15/1/2025). 

Gufroni melanjutkan, tindakan pemagaran tersebut dinilai menyebabkan dampak negatif yang serius. Mulai dari mengganggu aktivitas nelayan tradisional yang menggantungkan hidupnya dari hasil laut di wilayah tersebut.

Kedua, pemagaran itu dinilai melanggar hak akses publik terhadap laut serta dinilai berpotensi melanggar hukum dan peraturan perundang-undangan tentang pesisir dan kelautan.  

"Apabila dalam batas waktu tersebut tidak ada tindakan pencabutan, maka kami akan mengajukan laporan pidana ke Mabes Polri atas dugaan pelanggaran hukum terkait pemanfaatan ruang laut tanpa izin dan tindakan yang merugikan kepentingan umum," tambahnya.

Selain itu, LBHAP PP Muhammadiyah juga menyebut bakal melakukan upaya hukum lainnya, baik secara administratif maupun perdata guna memastikan hak masyarakat nelayan untuk dapat dipulihkan.

"Kami berharap pihak terkait segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan permasalahan ini sebelum berlanjut ke proses hukum lebih lanjut," tukasnya.

MUI Dorong Pemerintah Segera Cabut Pagar Laut

Majelis Ulama Indonesia atau MUI mendorong pemerintah mencabut pagar laut sepanjang 30,16 kilometer, yang melintasi wilayah pesisir 16 desa di enam kecamatan tersebut.

"Jadi saya kira justru itu adalah langkah awal bagaimana pagar yang 30 kilometer itu. Itu mesti dicabut, apalagi itu tidak izin kan?" ujar Ketua Tim MUI Pusat tentang Proyek Strategis Nasional (PSN) dan PIK 2, Masduki Baidlowi, saat dihubungi dari Jakarta pada Selasa (14/1/2025) seperti dikutip dari Antara.

Pemasangan pagar bambu tersebut diduga tidak memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL). Penyegelan oleh KKP itu merespons aduan nelayan setempat.

MUI mengapresiasi KKP yang langsung merespons dan menyegel pagar laut ilegal tersebut. Menurut dia, apa yang dilakukan KKP merupakan langkah berani dan cukup melegakan bagi nelayan yang resah dengan keberadaan pagar itu.

Masduki menuturkan pemerintah tidak boleh takut dan berani mengambil tindakan tegas terhadap hal-hal ilegal. Apalagi, KKP juga sudah menyatakan negara tidak boleh kalah.

"Menteri Kelautan sudah menyatakan bahwa negara tidak boeh kalah, itu saya kira, apa namanya, sebuah pernyataan yang cukup menenteramkan buat rakyat. Dan itu memang yang semestinya dilakukan," ujarnya.

Mengenai PSN di PIK 2, dia menegaskan sejak awal MUI sudah memohon kepada pemerintah untuk mencabutnya. Pengembangan PSN tersebut dinilai masih menyisakan persoalan yang menyangkut hajat hidup masyarakat di sekitar lokasi.

"Maka tentu saja MUI berharap ada langkah selanjutnya yang lebih maju untuk bagaimana agar PSN di PIK 2 itu bisa dicabut supaya rakyat tidak resah, termasuk pagar (laut) itu," tutur Masduki.

Namun, sebelumnya, manajemen pengembang kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 membantah membangun pagar laut yang terbuat dari bambu di perairan Kabupaten Tangerang.

"Itu tidak ada kaitan dengan kita, nanti selanjutnya oleh kuasa hukum yang akan menyampaikan dengan tindak lanjut," kata manajemen PIK 2, Toni, di Tangerang beberapa waktu yang lalu.

Baca Juga: Silaturahmi Prabowo ke Tokoh Nasional, Hersubeno: Aksi Lobi Pilpres 2024

Perbedaan Pagar Laut di Tangerang dan Bekasi

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Diketahui, Pagar laut di Tangerang membentang 30,16 km, terbuat dari ribuan batang bambu yang ditancapkan. Bagian atasnya diberi anyaman bambu sehingga bisa dilewati. Keberadaan pagar ini dinilai sangat mengganggu nelayan karena harus memutar untuk bisa ke laut.

Kementerian Kelautan dan Perikanan menemukan pagar laut tersebut tidak berizin dan tidak diketahui pembuatnya sampai akhirnya kelompok bernama Jaringan Nelayan Pantura (JRP) mengklaim sebagai pembuatnya untuk mitigasi bencana tsunami dan abrasi. Mereka juga menyatakan biaya dari swadaya masyarakat.

Banyak yang meragukan klaim JRP, terutama asal biaya pembuatannya yang mencapai miliaran rupiah. 

Sementara itu, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jawa Barat menyatakan, pagar laut di Bekasi dibuat dari bambu sepanjang dua kilometer dengan lebar area 70 meter di pesisir laut Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, diperuntukkan bagi proyek pelabuhan perikanan.

"Panjang pagar bambu ini ditargetkan akan berdiri hingga lima kilometer di luas area kurang lebih 50 hektare," kata Kepala UPTD Pelabuhan Perikanan Muara Ciasem pada DKP Jawa Barat Ahman Kurniawan di Bekasi, Selasa, (14/1/2025), seperti dikutip Antara.

Dia menjelaskan, proyek ini melibatkan beberapa pihak baik negeri maupun swasta. Luas area 50 hektare untuk kegiatan ini merupakan sumbangan dua perusahaan yakni PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara atau (TRPN) dan PT Mega Agung Nusantara (MAN).

"Jadi sebelah kiri alur ini dimiliki oleh TRPN dan sebelah kanannya dimiliki oleh PT MAN," katanya.

Dia memastikan pagar bambu yang terletak persis di perairan Pal Jaya itu bertujuan untuk pembangunan alur pelabuhan sebagaimana tindak lanjut dari perjanjian kerja sama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan PT TRPN.

"Dalam perjanjian kerja sama itu, TRPN menyanggupi penataan kawasan pelabuhan perikanan yaitu Satuan Pelayanan Pangkalan Pendaratan Ikan atau PPI Pal Jaya, Desa Segarajaya," ucapnya.

Berdasarkan ketentuan kerja sama, masing-masing pihak yang terlibat melaksanakan isi perjanjian dan salah satunya adalah penataan kawasan, termasuk pembangunan alur pelabuhan PPI Paljaya ini.

"Usai adanya kesepakatan tersebut, masing-masing kepentingan kemudian dapat memprosesnya. Kami dari DKP Jabar memiliki visi untuk penataan kawasan pelabuhan sementara dari pihak swasta pengembang atau investor dengan tujuan bisnis bisa berjalan berdampingan," katanya.

Ahman menilai alur tersebut penting untuk memudahkan akses keluar masuk nelayan dari laut lepas menuju pangkalan pendaratan guna melakukan aktivitas bongkar muat hasil tangkapan ikan.

Kemudian pada bagian darat akan dibangun tempat pelelangan ikan (TPI) bagi nelayan secara terpusat. Kawasan utara Kabupaten Bekasi ini diproyeksikan menjadi kawasan industri perikanan.

Kerja sama proyek ini sendiri direncanakan berlangsung hingga tahun 2028 atau selama lima tahun terhitung sejak penandatanganan kerja sama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan perusahaan terlibat pada Juni 2023.

Pagar Laut di Bekasi Beda dengan di Tangerang

Sementara itu, Anggota DPRD Kabupaten Bekasi asal daerah pemilihan V meliputi Kecamatan Babelan, Muaragembong dan Tarumajaya Marjaya Sargan memastikan pagar laut di perairan utara Bekasi berbeda dengan di Tangerang.

"Beda, Bekasi itu legal, buat Pelabuhan PPI (pangkalan pendaratan ikan), resmi itu, beda seperti di Tanggerang, jadi bukan misterius," katanya.

Dia menyatakan, pembangunan kawasan PPI Paljaya itu merupakan kegiatan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Barat yang menggandeng pihak ketiga melalui upaya pengembangan.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan bahwa pagar laut yang terbuat dari bambu di perairan Bekasi tidak memiliki izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL). Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Doni Ismanto mengatakan bahwa pihaknya belum pernah menerbitkan PKKPRL untuk kegiatan pemagaran laut yang terbuat dari bambu di wilayah perairan tersebut.

Baca Juga: Rektor ITK Akan Segera Dinonaktifkan, Disebut Langgar Pakta Integritas!

Doni menjelaskan bahwa KKP telah mengetahui tentang keberadaan pagar laut tersebut dan langsung menindaklanjuti dengan pengumpulan bahan dan keterangan dari kegiatan itu.

Dia menuturkan bahwa pengumpulan bahan dan keterangan terkait pemagaran laut tersebut dilakukan oleh tim Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP.

Lebih lanjut, Doni mengatakan bahwa pada 19 Desember 2024, PSDKP KKP telah mengirim surat resmi yang meminta penghentian kegiatan tersebut karena dinilai belum memiliki izin yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

"Tim PSDKP KKP sudah ke lapangan, bahkan pada 19 Desember (2024) lalu sudah kirim surat meminta penghentian kegiatan tak berizin itu," kata Doni.
Selain itu, KKP saat ini sedang melakukan pendalaman lebih lanjut untuk memverifikasi kegiatan tersebut dengan peraturan yang berlaku.

"Saat ini kami masih melakukan pendalaman," tutur Doni.

Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan mengatakan pemagaran laut yang berada di perairan Tangerang, Banten, dengan yang berada di pesisir Bekasi, Jawa Barat adalah dua hal yang berbeda.

"Pemagaran di Tangerang Utara adalah persoalan serius yang merugikan masyarakat nelayan dan hingga kini belum jelas siapa pihak yang bertanggung jawab, sedangkan pemagaran di Bekasi jelas bertujuan untuk konservasi mangrove dan pengendalian abrasi," kata Johan dalam keterangannya.

Hal itu disampaikannya menanggapi munculnya respons publik yang mencoba untuk membandingkan pemagaran laut di Bekasi dengan tindakan pemagaran laut di Tangerang yang menyita perhatian publik beberapa waktu belakangan.

"Mencoba menyamakan keduanya adalah tindakan menyesatkan dan salah satu upaya membiaskan isu pagar misterius Tangerang Utara," ucapnya.

Dia menyebut bahwa pemagaran di Bekasi memiliki tujuan konservasi lingkungan yang melibatkan masyarakat lokal.

"Pemagaran di Bekasi adalah contoh pengelolaan pesisir yang berkelanjutan dan mendukung ekosistem, bukan pembatasan akses nelayan seperti yang terjadi di Tangerang," katanya.

Sebaliknya, kata dia, pemagaran laut di Tangerang membawa dampak buruk bagi nelayan kecil terhadap akses area penangkapan ikan. Di samping itu, dia menyoroti pula kurangnya transparansi terkait izin dan tujuan pemagaran laut di perairan Tangerang tersebut.

Untuk itu, dia mendesak Pemerintah dan pihak berwenang untuk segera mengusut tuntas kasus pemagaran laut yang berada di perairan Tangerang.

"Kami menolak segala upaya pengalihan isu atau pembenaran yang mencoba membingkai tindakan ini sebagai hal yang positif. Hak-hak nelayan harus dilindungi, dan pihak yang bertanggung jawab atas pemagaran misterius ini harus diungkap," tuturnya.

Pagar Laut Tangerang Sudah Disegel

Diketahui, terkait pagar laut di Tangerang, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) resmi menyegel pagar laut ilegal sepanjang 30,16 kilometer di wilayah pesisir Tangerang, Banten pada Kamis (9/1/2025).

Meskipun demikian, identitas pemilik pagar laut tersebut masih menjadi misteri. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Pung Nugroho Saksono menyatakan bahwa penyegelan dilakukan sebagai sikap tegas KKP dalam merespons aduan nelayan setempat serta menegakkan aturan yang berlaku terkait tata ruang laut.

Meski pagar laut ilegal tersebut telah disegel pihak KKP. Namun, hingga saat ini pemerintah mengaku masih belum mengetahui siapa pelakunya. Pung Nugroho memastikan bahwa pihaknya akan terus melakukan investigasi untuk mendalami siapa pelakunya.

"Saat ini kita hentikan kegiatan pemagaran sambil terus dalami siapa pelaku yang bertanggung jawab atas kegiatan ini," kata Pung Nugroho saat meninjau langsung aksi penyegelan pagar laut di Tangerang, Banten, Kamis (9/1/2025). Lebih lanjut, dia mengungkapkan bahwa penyegelan pagar laut juga dilakukan atas arahan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono.

Pasalnya, pagar laut itu diduga tidak memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) serta berada di dalam Zona Perikanan Tangkap dan Zona Pengelolaan Energi yang menimbulkan kerugian bagi nelayan dan kerusakan ekosistem pesisir.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU