Optika.id - Topik yang sedang hangat dalam dunia investasi saat ini adalah perihal investor muda. Generasi muda kini telah resmi mendominasi dunia investasi pasar modal di Indonesia pasca pandemi Covid-19 melanda.
Baca Juga: APINDO Sebut Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tak Berkualitas, Karena Apa?
Melihat fenomena tersebut, dalam keterangannya, Head of Sales Mandiri Investasi Vina Cahyadi menilai bahwa kebanyakan investor muda lebih banyak langsung terjun ke instrument saham. Padahal, ujarnya, saham termasuk ke dalam investasi yang sifatnya agresif.
Adapun salah satu faktor yang mendasari hal itu yakni fear of missing out alias FOMO. Hal ini bisa dimaklumi lantaran saham saat ini sudah cukup banyak mengalami rebound usai menurun selama pandemic Covid-19. Tak ayal jika hal tersebut cukup menggiurkan kendati pada kenyataannya bisa berkebalikan.
Oleh sebab itu, tatkala anak muda ini masuk ke saham, justru instrument investasi itu sudah berada di fase penyesuaian atau bahkan mengalami penurunan. Alhasil, bukannya cuan yang didapat, namun beberapa dari mereka mesti mengalami risiko investasi.
Seharusnya pembelajarannya di awal, tetapi generasi muda ini justru tahu risikonya pas kejadian. Mungkin saat itu harga saham malah turun. Nah, mereka baru belajar di situ, ucap Vina dalam keterangannya yang diterima Optika.id, Jumat (15/9/2023).
Berdasarkan peristiwa tersebut, saat ini tren anak-anak muda pun mulai mengeksplorasi berbagai instrument investasi lainnya. Saat ini justru reksa dana yang diminati oleh para investor muda itu.
Kelebihan yang dimiliki oleh reksa dana selain mudah dalam pembeliannya, sifat reksa dana sendiri pun tak terlalu agresif jika dibandingkan dengan saham. Generasi muda di sisi lain juga sudah mulai belajar banyak dari kejadian masa lalunya sehingga mulai mencari instrument investasi mana yang lebih cocok untuknya.
Baca Juga: Strategi Tingkatkan Investasi, Gibran Sebut Indeks ICORE Sebagai PR
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain reksa dana, instrument investasi lain seperti obligasi pemerintah juga cukup dinikmati oleh kawula muda. Di antara obligasi tersebut yakni sukuk ritel (SR), obligasi negara ritel Indonesia (ORI), saving bond ritel (SBR), dan sukuk negara tabungan (ST).
Senada dengan Vina, William Sudhana selaku Financial Enthusiast pun mengatakan bahwa berbagai kemudahan dalam mengakses instrument investasi ini disebbakan oleh meningkatnya literasi dan edukasi pasar modal itu sendiri. maka dari itu, anak-anak muda pun mulai melirik berbagai pilihan lain.
William menilai bahwa pada dasarnya semua instrument investasi sama baiknya. Tidak ada yang lebih baik apabila dibandingkan dengan satu dan lainnya. Sebab, semua itu tergantung pada tujuan serta profil risiko dari si investor itu sendiri. oleh karena itu dia menyarankan kepada para investor muda ini untuk terus belajar, meriset dan mengenali tujuan serta profil risikonya serta menjauhi FOMO.
Baca Juga: Transferan Uang dari TKI Bisa Pulihkan Ekonomi dan Turunkan Kemiskinan
Untuk diketahui, berdasarkan Statistis Pasar Modal Indonesia yang diterbitkan oleh KSEI, saat ini investor muda tengah mendominasi pasar modal dengan jumlah investor pasar modal per Agustus 2023 mencapai 11.581.533 orang.
Sebanyak 57,04% di antaranya masih berumur kurang dari 30 tahun dan 23,27% lainnya berumur 31 40 tahun. Sementara itu, umur 41 ke atas porsinya terbilang cukup kecil.
Dengan demikian, pasar modal kini dihuni oleh investor yang mayoritas dari generasi Z dan Milenial. Jumlah mereka pun masih bisa bertambah seiring waktu. Harapannya, selain jumlah yang bertambah, literasi terhadap dunia investasi juga makin besar.
Editor : Pahlevi